Sabtu, 13 April 2013

Di Tepi Asa (Cerpen)

DI TEPI ASA
Oleh : Khadijah Anwar


Hari sudah benar-benar larut, tapi mata ini tak juga dapat dipejamkan, aku mencoba menyalakan televisi, mencoba mencari siaran yang menarik, beberapa kali aku mengganti chanelnya tapi tak juga aku temukan siaran yang aku mau.
Aku memutar mata dan melihat sebuah buku diary di atas meja belajar, sudah dua minggu ini aku melupakan buku diary kesayanganku. Aku buka lembar demi lembar diaryku, hanya ada satu nama di dalamnya. Ardy. Tak ada yang lain, dan belum ada yang lain. Orang bilang aku ini bodoh mencintai orang yang tak pernah nyata, dia adalah seseorang yang hidup di dalam dunia mayaku,dengan segala kesempurnaannya dan tak dapat ku pungkiri aku mencintainya, bahkan amat sangat mencintainya. Berulang kali dia memintaku untuk melupakannya, tapi aku tak pernah mampu untuk melupakannya. Cinta itu terlalu indah untuk dikubur begitu saja, dia telah mengajarkanku banyak hal tentang hidup. Dia mampu menjadi imam bagi makmum yang lemah dan hatiku sudah benar-benar terpaut padanya.





"Kesempurnaan itu hanya milik Allah, Kha." Kalimat itu yang pernah ia katakan ketika aku memujinya sempurna dan ternyata ketidaksempurnaan itu mulai tampak setelah aku mengetahui bahwa dia menderita komplikasi jantung, sikapnya terhadapku pun mulai berubah. Setelah dia sadar dari komanya, dia semakin menjauh dariku. Aku tak menyerah begitu saja, aku tetap menghubunginya, walaupun tak ada balasan.
Hingga akhirnya tadi pagi teleponku dijawabnya. Ando sepupunya yang menjawab. Dia dan Ando pun tidak saling komunikasi lagi. Dia menghilang tanpa kabar. Sekarang dia benar-benar hilang dari hidup ku, tapi dia tak kan pernah hilang dari hatiku.
Hati ku kembali terluka mengingat semua ini, kesibukan ku akhir-akhir ini hanya sebagai pelarianku untuk melupakannya, tapi nyatanya hingga detik ini namanya masih terukir dalam dihatiku.
***
"Kha, ada yang nyariin kamu, dia di depan mading rohis." Pesan Andre.
Aku berjalan setengah berlari meninggalkan rapat rohis yang tengah berlangsung. Perasaanku mulai tak menentu, dadaku berdegup kencang. "Ada apa ini?" Desisku.
Tubuhnya atletis, dengan kulit sawo matang dan baju kemeja garis-garis putih bercampur cream. Gambaran diri seseorang dari belakang yang tengah berdiri di depan mading rohis. Sosoknya sangat familiar. Dengan ragu aku menyapanya.
"Maaf, cari saya?" tanyaku gugup. Cowok itu membalikkan tubuhnya. Sekarang dia berada tepat di hadapanku. Matanya tajam menatapku. Bibirnya tersenyum sangat manis. Kami membisu. "Ardy..." Ujarnya mengulurkan tangan. Aku diam terpaku, tak menyambut uluran tangannya. Aku masih tak percaya bahwa cowok yang ada di hadapanku sekarang adalah Ardy. Cowok yang selama ini telah menyita banyak waktuku.
"Bisa bicara sebentar?" tanyanya. Aku bingung dan masih tak percaya dengan apa yang terjadi detik ini.
Duduk.” Ujarku berusaha tenang mempersilahkan dia duduk di kursi taman sekolahku.
“Ternyata kamu lebih cantik dari yang aku bayangkan.” Ujarnya entah tulus atau basa-basi. Aku hanya tersenyum. Diam. Sunyi. Tak ada obrolan di antara kami. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Terlebih aku yang tak mempercayai keberadaannya. Beberapa saat kami membisu.
"Aku mencintai kamu dan aku ingin memilikimu." Akunya menggenggam erat tanganku. Aku diam tak mampu berkata. "Aku lelah dengan perasaan ini, aku begitu mencintai kamu, tapi aku baru menyadarinya sekarang." Ungkapnya lagi.
Untuk beberapa menit kami kembali disibukkan dengan lamunan masing-masing. Dia menunggu jawabanku. Tapi aku tidak tahu harus menjawab apa. "Apa aku salah mencintaimu?" tanyanya lagi.
"Kamu tak pernah salah, aku sendri tak mengerti. Tolong jangan paksa aku untuk jawab semua pertanyaanmu." Ujarku kemudian. Dia menunduk lemas. Aku merasa sangat bersalah padanya. Dia berdiri kemudian pergi meninggalkanku dengan semua kebingunganku. Aku hanya mampu terpaku melihatnya meninggalkanku. Aku tak ingin dia pergi meninggalkanku sendiri lagi. Tapi kini dia telah pergi dengan sejuta kecewa dan mungkin tak akan kembali.
***
“Dy…” Teriakku. Aku melihat sekelilingku. Tak ada sosok Ardy. Ternyata semalam aku tertidur. Dan Ardy masuk ke dalam mimpiku. Karena terlalu merindukan kehadirannya sampai-sampai aku memimpikannya. “Tuhan, pertemukan aku dengannya suatu saat nanti.” Harapku pelan.
TAMAT


2 komentar:

kata-kata yang baik, mencerminkan pribadi seseorang.