DI TEPI ASA
Oleh : Khadijah Anwar
Hari sudah benar-benar
larut, tapi mata ini tak juga dapat dipejamkan, aku mencoba menyalakan
televisi, mencoba mencari siaran yang menarik, beberapa kali aku mengganti
chanelnya tapi tak juga aku temukan siaran yang aku mau.
Aku memutar mata dan melihat
sebuah buku diary di atas
meja belajar, sudah dua minggu ini aku melupakan buku diary kesayanganku. Aku
buka lembar demi lembar diaryku, hanya ada satu nama di dalamnya. Ardy. Tak ada yang lain, dan
belum ada yang lain. Orang bilang aku ini bodoh mencintai orang yang tak pernah
nyata, dia adalah seseorang yang hidup di dalam dunia mayaku,dengan segala kesempurnaannya dan tak
dapat ku pungkiri aku mencintainya, bahkan amat sangat mencintainya. Berulang
kali dia memintaku untuk melupakannya, tapi aku tak pernah mampu untuk
melupakannya. Cinta itu terlalu indah untuk dikubur begitu saja, dia telah
mengajarkanku banyak hal tentang hidup. Dia mampu menjadi imam bagi makmum yang
lemah dan hatiku sudah benar-benar terpaut padanya.
"Kesempurnaan itu hanya
milik Allah, Kha." Kalimat itu yang pernah ia katakan ketika aku memujinya
sempurna dan ternyata ketidaksempurnaan itu mulai tampak setelah aku mengetahui
bahwa dia menderita komplikasi jantung, sikapnya terhadapku pun mulai berubah.
Setelah dia sadar dari komanya, dia semakin menjauh dariku. Aku tak menyerah
begitu saja, aku tetap menghubunginya, walaupun tak ada balasan.
Hingga akhirnya tadi pagi
teleponku dijawabnya. Ando sepupunya yang menjawab. Dia dan Ando pun tidak
saling komunikasi lagi. Dia menghilang tanpa kabar. Sekarang dia benar-benar
hilang dari hidup ku, tapi dia tak kan
pernah hilang dari hatiku.
Hati ku kembali terluka
mengingat semua ini, kesibukan ku akhir-akhir ini hanya sebagai pelarianku
untuk melupakannya, tapi nyatanya hingga detik ini namanya masih terukir dalam
dihatiku.
***
"Kha, ada yang nyariin
kamu, dia di depan mading rohis."
Pesan Andre.
Aku berjalan setengah
berlari meninggalkan rapat rohis yang tengah berlangsung. Perasaanku mulai tak
menentu, dadaku berdegup kencang. "Ada
apa ini?" Desisku.
Tubuhnya atletis, dengan
kulit sawo matang dan baju kemeja garis-garis putih bercampur cream. Gambaran
diri seseorang dari belakang yang tengah berdiri di depan mading rohis. Sosoknya sangat
familiar. Dengan ragu aku menyapanya.
"Maaf, cari saya?"
tanyaku gugup. Cowok itu membalikkan tubuhnya. Sekarang dia berada tepat di hadapanku. Matanya tajam menatapku.
Bibirnya tersenyum sangat manis. Kami membisu. "Ardy..." Ujarnya
mengulurkan tangan. Aku diam terpaku, tak menyambut uluran tangannya. Aku masih
tak percaya bahwa cowok yang ada di hadapanku
sekarang adalah Ardy. Cowok yang selama ini telah menyita banyak waktuku.
"Bisa bicara
sebentar?" tanyanya.
Aku bingung dan masih tak percaya dengan apa yang terjadi detik ini.
“Duduk.” Ujarku berusaha
tenang mempersilahkan dia duduk di kursi
taman sekolahku.
“Ternyata kamu lebih cantik
dari yang aku bayangkan.” Ujarnya entah tulus atau basa-basi. Aku hanya
tersenyum. Diam. Sunyi. Tak ada obrolan di antara kami. Kami sibuk
dengan pikiran masing-masing. Terlebih aku yang tak mempercayai keberadaannya.
Beberapa saat kami membisu.
"Aku mencintai kamu dan
aku ingin memilikimu." Akunya menggenggam erat tanganku. Aku diam tak
mampu berkata. "Aku lelah dengan perasaan ini, aku begitu mencintai kamu, tapi
aku baru menyadarinya sekarang." Ungkapnya lagi.
Untuk beberapa menit kami
kembali disibukkan dengan lamunan masing-masing. Dia menunggu jawabanku. Tapi
aku tidak tahu harus menjawab apa. "Apa aku salah mencintaimu?" tanyanya
lagi.
"Kamu tak pernah salah,
aku sendri tak mengerti. Tolong jangan paksa aku untuk jawab semua
pertanyaanmu." Ujarku kemudian. Dia menunduk lemas. Aku merasa sangat
bersalah padanya. Dia berdiri kemudian pergi meninggalkanku dengan semua
kebingunganku. Aku hanya mampu terpaku melihatnya meninggalkanku. Aku tak ingin
dia pergi meninggalkanku sendiri lagi. Tapi kini dia telah pergi dengan sejuta
kecewa dan mungkin tak akan kembali.
***
“Dy…” Teriakku. Aku melihat
sekelilingku. Tak ada sosok Ardy. Ternyata semalam aku tertidur. Dan Ardy masuk
ke dalam mimpiku. Karena terlalu merindukan
kehadirannya sampai-sampai aku memimpikannya. “Tuhan, pertemukan aku dengannya
suatu saat nanti.” Harapku pelan.
TAMAT
ceritanya keren, singkat tapi dapet fillnya :D
BalasHapusmakasih ya mb :)
Hapussemoga bermanfaat.. :)