EVALUASI PEMBELAJARAN
(Tahap
Evaluasi dan Teknik-Teknik Evaluasi Hasil Belajar)
Disusun Oleh :
Kelompok
II
1.
Eka Hardiyanti (10270702)
2.
Mutiara Ulin (10270041)
Dosen Pembimbing :
Elhefni, M.Pd.I
JURUSAN PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
TAHUN
AKADEMIK 2013
JUDUL :
TAHAP EVALUASI DAN TEKNIK EVALUASI HASIL BELAJAR
A. TAHAP EVALUASI
Istilah evaluasi sudah sering terdengar di telinga dan sudah
sangat sering digunakan dalam proses pembelajaran. Namun, tidak selalu
menggunakan tahapan-tahapan yang sesuai menurut para ahli.
Evaluasi pembelajaran sendiri merupakan suatu tindakan yang
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program
pendidikan, pengajaran, atau pun pelatihan yang telah dilaksanakan. Dalam
melakukan kegiatan evaluasi tentu diperlukan informasi informasi atau data yang
baik mutunya. Data seperti itu akan dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran
dan penilaian terlebih dahulu[1]
Evaluasi dapat ditujukan pada prestasi belajar siswa dan
dpat pula ditujukan kepada program. Evaluasi dapat memberikn umpan balik bagi
guru dalam rangka perbaikan setiap komponen proses belajar mengajar yang ikut
berproses. Melalui hasil evaluasi, guru dapat mengukur keberhasilan penyusunan
dan pelaksanaan proram pembelajaran, lebih-lebih evaluasi terhadap prestasi
belajar siswa merupakan dasar perbaikan terhadap penyusunan instruksional,
bahan, metode dan pilihan media. Melalui evaluasi juga dapat diketahui
aktifitas siswa apakah sudah mememuhi konsep kurikulum yang berlaku atau belum.[2]
Namun, pada pembahasan kali ini, kami tidak
akan membahas mengenai pengertian evaluasi lebih jauh lagi, karena pembahasan
tersebut tersebut telah dijelaskan dipertemuan sebelumnya oleh kelompok
sebelumnya.
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, evaluasi itu
berkaitan erat dengan penilaian dan pengukuran. Sebuah penilaian dan pengukuran
akan menghasilkan evaluasi. Tidak akan terjadi evaluasi jika hanya ada
penilaian tanpa pengukuran. Untuk itulah, guru harus mengetahui tahap-tahapan
yang harus dilaksanakan dalam melakukan evaluasi dalam proses pembelajaran,
agar menghasilkan evaluasi yang maksimal.
Dalam bukunya, Daryanto mengemukakan empat
langkah pelaksanaan evaluasi yang baik, yaitu[3] :
Langkah 1 :
Evaluasi tentang diri seorang anak atau
sekelompok anak. Ini merupakan langkah pertama kea rah evaluasi yang baik.
Pembatasan ini biasanya ditentukan oleh sifat tugas seseorang dalam keseluruhan
pendidikan seorang anak. Seorang guru ilmu pasti atau sejarah dalam mengadakan
evaluasi terhadap kemajuan murid-muridnya membatasi dirinya pada usaha untuk
mengetahui kemajuan mereka dalam pelajaran ilmu pasti atau sejarah apa saja.
Sebaliknya, seorang konselor pendidikan (education
counselor), mempunyai batasan tugas yang lebih luas daripada guru ilmu
pasti atau sejarah tadi.
Langkah
2 :
Evaluasi yang baik ialah bahwa data yang kita kumpulkan mengenai
setiap aspek pribadi anak harus merupakan “behavior
sampling”cukup representative terhadap keseluruhan tingkah laku anak.
Misalnya untuk menetapkan apakah seorang anak pada dasarnya bersifat pemalu atau
tidak, tidak cukup kalau hanya
memperhatikan tingkah laku anak pada satu kesempatan saja. Kita harus
mencoba untuk mengetahui bagaimanakah reaksi anak terhadap bermacam-macam
situasi pada berulang kali kesempatan.
Jika prinsip ini dilanggar, biasanya kesimpulan yang kita
rumuskan akan diwarnai oleh apa yang disebut “hallo effect” dan tidak akan merupakan suatu “conclusion” melainkan suatu “confusion”.
Misalnya banyak orang mengatakan bahwa ia seorang pemalu,
seorang yang membosankan atau “saai” hanya karena pernah dilihatnya dalam suatu
pesta ia tidak mau diajak berdansa. Padahal kemungkinan selalu ada bahwa si A
tidak mau diajak berdansa pada pesta itu, bukan karena ia malu, melainkan
karena ia betul-betul tidak pandai berdansa. Dan tidak beraninya berdansa pada
pesta ini, bukan pula karena ia malu melainkan karena dia tidak mau
mengecewakan pasangan atau partnernya. Kalau diperhatikan praktek-praktek
evaluasi lazim dilakukan orang awam akan kita lihat bahwa prinsip ini banyak
sekali dilanggar.
Langkah
3 :
Evaluasi yang baik ialah bahwa cara-cara serta alat-alat yang
hendak kita pergunakan untuk pengumpulan data mengenai diri anak kita pilih
betul-betul sebelumnya untuk mengumpulkan keterangan mengenai cerdas atau
tidaknya seorang anak, misalnya dapat kita pergunakan dua macam cara observasi
atau mengadakan tes. Tes yang dapat dipergunakan untuk keperluan ini pun
bermacam-macam pula. Ada tes individual, ada pula tes kelompok. Untuk setiap
jenis tes kecerdasan tersebut telah tersedia banyak sekali tes di antaranya ada
yang baik ada pula yang kurang baik. Dan kita sebagai evaluator harus pandai
memilih.
Langkah
4 :
Evaluasi yang baik ialah bahwa data
yang telah kita kumpulkan tadi harus diolah terlebih dahulu. Sebelum memberikan
tafsiran terhadap data yang telah dikumpulkan sebelumnya tadi. Pengolahan-pengolahan
ini sangat beragam, ada pengolahan yang bersifat statistis, ada pula yang
bersifat non-statistis, pengolahan mana yang paling tepat untuk dilakukan
terhadap sekumpulan data ditentukan oleh sifat-sifat dan jenis data yang
dikumpulkan dan tujuan terdekat yang harus diselesaikan dalam keseluruhan
prosedur evaluasi yang sedang kita kerjakan. Apabila sekumpulan data yang ada
pada kita menghendaki jenis pengolahan yang tidak cukup kita kuasai maka hal yang
sebaiknya kita lakukan dalam hal ini ialah mengadakan konsultasi dengan teman
sejawat lain atau seorang expert.
Sementara itu, menurut Tim Pengembang MKDP beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembelajaran, yaitu[4] :
1) Jenis dan
karakteristik kompetensi dan tujuan pembelajaran yang dikembangkan;
2) Pengambilan
sampel perilaku yang akan diukur
3) Pemilihan
jenis dan tipe alat evaluasi yang akan digunakan;
4) Aspek yang
akan diuji;
5) Format butir soal;
6) Distribusi
tingkat kesukaran soal.
Kemudian, masih menurut Tim Pengembang MKDP, dalam menentukan
bentuk alat evaluasi yang akan digunakan, perlu mempertimbangkan hal-hal
berikut ini :
1) Karakteristik
kompetensi dan mata pelajaran yang akan diujikan;
2) Tujuan
khusus pembelajaran yang harus dicapai siswa;
3) Tipe
informasi yang dibutuhkan dari tujuan evaluasi;
4) Usia dan
tingkat perkembangan mental siswa akan mengikuti tes;
5) Besarnya
kelompok siswa yang akan mengikuti tes.
Menurut pemakalah sendiri disortir dari beberapa buku yang telah
dibaca, maka disebutkan tahap-tahap evaluasi sebagai berikut :
1.
Langkah
Perencanaan Evaluasi
Dalam melaksanakan suatu kegiatan tentunya harus sesuai dengan
apa yang direncanakan. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh lebih
maksimal. Namun, banyak juga orang melaksanakan suatu kegiatan tanpa
perencanaan yang jelas sehingga hasilnya pun kurang maksimal. Oleh sebab itu,
seorang evaluator harus dapat membuat perencanaan evaluasi dengan baik. Langkah
pertama yang perlu dilakukan dalam kegiatan evaluasi adalah membuat perencanaan.
Perencanaan ini penting karena akan mempengaruhi langkah-langkah selanjutnya,
bahkan mempengaruhi keefektifan prosedur evaluasi secara menyeluruh.
Implikasinya adalah perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara
jelas dan spesifik, terurai dan komprehensif sehingga perencanaan tersebut
bermakna dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya. Melalui perencanaan
evaluasi yang matang inilah kita dapat menetapkan tujuan-tujuan tingkah laku
atau indicator yang akan dicapai, dapat mempersiapkan pengumpulan data dan informasi
yang dibutuhkan serta dapat menggunakan waktu yang tepat.[5]
Perencanaan evaluasi dapat ditinjau dari dua pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan
program pembelajaran. Suatu program minimal terdiri atas tiga dimensi, yaitu input, proses, dan output. Dalam model evaluasi CIPP terdapat empat dimensi, yaitu contects, input, process and product. Di
sini, evaluator harus menyusun desain evaluasi yang dituangkan dalam bentuk
proposal, karena melakukan evaluasi sama halnya dengan melakukan penelitian.
Kegiatan evaluasi sama dengan kegiatan penelitian. Bedanya, kegiatan evaluasi
bertitik tolak dari sebuah criteria. Dengan demikian, proposal evaluasi sama
dengan proposal penelitian.
Instrumen
evaluasi yang digunakan harus betul-betul memiliki karakteristik instrument
yang baik, seperti validitas, reabilitas dan praktis. Untuk itu, proses
pengembangan instrument harus mengikuti langkah-langkah standarisasi sebuah
intsrumen evaluasi. Begitu juga dengan populasinya. Jika terlalu banyak dan
luas, sebaiknya diambil dengan teknik sampling.
2) Pendekatan
hasil belajar. Pendekatan ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu domain
hasil belajar, proses dan hasil belajar, dan kompetensi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam perencanaan penilaian
hasil belajar, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, seperti merumuskan
tujuan penilaian, mengidentifikasi kompetensi dan hasil belajar, menyusun
kisi-kisi atau blueprint, mengembangkan draft instrument, uji coba dan analisis
instrument, revisi dan merakit instrument baru.
a. Menentukan
Tujuan Penilaian
Tujuan penilaian ini harus dilaksanakan secara jelas dan tegas
serta ditentukan sejak awal, karena menjadi dasar untuk menentukan arah, ruang
lingkup materi, jenis/model, dan karakter alat penilaian. Tujuan penilaian
jangan terlalu umum sehingga tidak menuntun guru dalam menyusun soal. Dalam
penilaian hasil belajar, ada empat kemungkinan tujuan penilaian, yaitu:
a) Untuk
memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran (formatif),
b) Untuk
menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif),
c) Untuk
mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran
(diagnostic),
d) Atau untuk
menempatkan posisi peserta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan).
Rumusan tujuan penilaian harus memperhatikan domain hasil
belajar, seperti domain kognitif, afektif dan psikomotorik.[6]
b. Mengidentifikasi
Kompetensi dan Hasil Belajar
Kompetensi guru adalah penguasaan terhadap pengethauan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.[7]
Dalam kurikulum berbasis kompetensi, semua jenis kompetensi dan hasil belajar sudah dirumuskan
oleh tim pengembang kurikulum, seperti standar kompetensi, kompetensi disarm
hasil belajar dan indicator. Guru tinggal mengidentifikasi kompetensi mana yang
akan dinilai.
Mengenai hasil belajar, Benyamin S. Bloom, dkk. Dalam buku
Zainal Arifin mengelompokkan tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotorik.[8]
c. Menyusun
Kisi-Kisi
Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi penilaian betul-betul
representative dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh
guru kepada peserta didik. Jika materi penilaian tidak relevan dengan materi
pelajaran yang telah diberikan, maka akan berakibat hasil penilaian itu kurang
baik. Begitu juga jika materi penilaian terlalu banyak dibandingkan dengan
materi pelajaran, maka akan berakibat sama. Untuk melihat apakah materi
penilaian relevan dengan materu pelajaran atau apakah materi penilaian terlalu
banyak atau kurang, guru harus menyusun kisi-kisi (lay-out atau blue-print atau
table of specifications).
Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan
distribusi item untuk berbagai topic atau pokok bahasan berdasarkan jenjang
kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi adalah sebagai pedoman untuk menulis soal
atau merakit soal menjadi perangkat tes. Kisi-kisi yang baik akan memperoleh
perangkat soal yang related sama sekalipun penulis soalnya berbeda. Dalam
konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi soal disusun berdasarkan silabus
setiap mata pelajaran. Jadi, guru harus melakukan analisis silabus terlebih
dahulu sebelum menyusun kisi-kisi soal.
Langkah-langkah menyusun kisi-kisi soal adalah :
a) Analisis
silabus,
b) Menyusun
kisi-kisi,
c) Membuat
soal,
d) Menyusun
lembar jawaban,
e) Membuat
kunci jawaban,
f) Menyusun
pedoman penskoran.
Dalam praktiknya, seringkali guru di sekolah membuat soal
langsung dari buku sumber. Hal ini jelas sangat keliru, karena buku sumber
belum tentu sesuai dengan silabus. Kisi-kisi ini menjadi penting dalam
perencanaan penilaian hasil belajar, karena di dalamnya terdapat sejumlah
indikator sebagai acuan dalam
mengembangkan instrument (soal). Kisi-kisi soal yang baik harus memenuhi
beberapa persyaratan tertentu, antara lain :
a) Representative
b) Komponennya
harus terurai/terperinci, jelas dan mudah dipahami,
c) Soalnya
dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.
Format kisi-kisi dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu
komponen identitas dan komponen matriks. Komponen identitas ditulis di bagian
atas matriks dibuat dalam bentuk kolom ysng sesuai. Komponen identitas meliputi
jenis/jenjang sekolah, jurusan/program studi, bidang studi/mata pelajaran,
tahun ajaran dan semester, kurikulum acuan. Alokasi waktu, jumlah soal
keseluruhan, dan bentuk soal. Kumpulan matriks terdiri atas kompetensi dasar,
materi, jumlah soal, jenjang kemampuan, indikator dan nomor urut soal.[9]
d. Mengembangkan
Draf Instrumen
Mengembangkan draf instrument penilaian merupakan salah satu
langkah penting dalam prosedur penilaian. Instrument penilaian dapat disusun
dalam bentuk tes maupun non tes. Dalam bentuk tes, berarti guru harus membuat
soal. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan
yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan harus
jelas dan terfokus, serta menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk
pertanyaan maupun bentuk jawabannya. Kualitas butir soal akan menentukan
kualitas tes secara keseluruhan.
Setelah semua soal ditulis, sebaiknya soal tersebut dibaca lagi,
jika perlu didiskusikan lagi dengan tim penelaah soal, baik dari ahli bahasa,
ahli bidang studi, ahli kurikulum dan ahli evaluasi. Dalam bentuk non-tes, guru
dapat membuat angket, pedoman observasi, pedoman wawancara, studi dokumentasi,
skala sikap, penilaian bakat, minat, dan sebagainya.
e. Uji Coba
dan Analisis Soal
Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu
diujicobakan terlebih dahulu di lapangan. Tujuannya untuk mengetahui soal-soal
mana yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal
mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya. Soal yang baik adalah soal yang
sudah beberapa kali mengalami beberapa uji soal dan revisi, yang didasarkan
atas analisis empiris dan rasional. Analisis empiris dimaksudkan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan setiap soal yang digunakan. Informasi empiris
umumnya menyangkut segala hal yang dapat mempengaruhi validitas soal, seperti
aspek-aspek keterbacaan soal, tingkat kesukaran soal, bentuk jawaban, daya
pembeda soal, pengaruh kultur, dan sebagainya, sedangkan analisis rasional
dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan setiap soal. Hal yang sama
dilakukan pula terhadap instrument evaluasi dalam bentuk nontes.
Dalam melaksanakan uji coba soal, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan. Antara lain :
a) Ruangan
tempatnya tes hendaknya diusahakan seterang mungkin, dan tenang.
b) Perlu
disusun tata tertib pelaksanaan tes, baik yang berkenaan dengan peserta didik
itu sendiri, guru, pengawas, maupun teknis pelaksanaan tes.
c) Para
pengawas tes harus mengontrol pelaksanaan tes dengan ketat, tetapi tidak
mengganggu suasana tes.
d) Waktu yang
digunakan harus sesuai dengan banyaknya soal yang diberikan sehingga peserta
didik dapat bekerja dengan baik.
e) Peserta
didik harus benar-benar patuh mengerjakan semua petunjuk dan perintah dari penguuji.
f) Hasil uji
coba hendaknya diolah, dianalisis, dan diadministrasikan dengan baik sehingga
dapat diketahui soal-soal mana yang lemah untuk selanjutnya dapat diperbaiki
kembali.
f. Revisi dan
Merakit Soal
Setelah soal diuji coba dan analisis, kemudian direvisi sesuai
dengan proporsi tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian, ada
soal yang dapat diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi
total, baik yang menyangkut pokok soal maupun alternative jawaban, bahkan ada
soal yang harus dibuang atau disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal ini,
barulah dilakukan perakitan soal menjadi suatu insrumen yang terpadu. Untuk
itu, semua hal yang dapat memengaruhi validitas skor tes, seperti nomor urut
soal, pengelompokkan bentuk soal, penataan soal, dan sebagainya haruslah
diperhatikan.[10]
2.
Langkah
Pengumpulan Data
Soal pertama yang kita hadapi dalam melakukan langkah ini ialah
menentukan data apa saja yang kita butuhkan untuk melakukan tugas evaluasi yang
kita hadapi dengan baik. Agar kegiatan pengumpulan data dapat dilakukan dengan
baik, Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin menguraikan bagaimana mengumpulkan
data yang baik, diantaranya adalah[11]:
1) Pengambilan
data dengan tes
Pengambilan data evaluasi dengan tes dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain :
a. Buka buku
versus tutup buku,
b. Tes
diumumkan versus tes dirahasiakan,
c. Tes lisan
versus tes tertulis,
d. Tes
tindakan atau praktik.
2) Pengambilan
data dengan Observasi
Bila seorang evaluator memutuskan untuk memanfaatkan metode
observasi sebagai metode pengumpul data maka perlu menjaga agar reabilitas
observasi dapat dipertanggung jawabkan semaksimal mungkin. Oleh karena itu,
seorang evaluator hendaknya mengetahui sumber-sumber kesesatan observasi.
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses
yang tersusun dari proses biologis dan psikologis. Dua di antaranya yang
terpenting, yaitu proses pengamatan dan ingatan. Pada masing-masing proses ini
terkandung sumber kesesatan yang perlu mendapat perhatian dengan seksama.
Metode observasi merupakan cara yang sangat baik untuk mengamati
tingkah tingkah laku manusia yang dapat dilihat dengan mata, yaitu tingkah laku
dalam ruang waktu, dan keadaan tertentu.
Namun, tidak semua orang memiliki ingatan yang setia, dan tidak
semua orang uang memiliki ingatan yang luas pula. Kedua dimensi ingatan ini
meletakkan batasan-batasan dalam realitas pengamatan. Karena itu, jika ada
cara-cara tertentu yang dapat mengatasi kelemahan kesetiaan dan keluasan
ingatan, maka perlu dipertimbangkan untuk digunakan. Cara-cara tersebut, antara
lain :
a. Mengadakan
pencatatan dengan check list,
b. Menggunakan
alat perekam (kamera foto, tape recorder,
video tape)
c. Menggunakan
lebih banyak observer,
d. Memusatkan
perhatian pada data-data yang relevan,
e. Mengklasifikasi
gejala dalam golongan-golongan yang tepat, dan
f. Menambah
bahan apersepsi tentang objek yang akan diamati
3) Pengambilan
data dengan angket
Meskipun metode observasi merupakan metode yang baik, masih
banyak hal yang tidak dapat diungkap dengan observasi, misalnya perbuatan yang
sangat pribadi dan perbuatan di masa lampau. Untuk mengungkap data tentang hal
tersebut metode angketlah yang paling tepat. Metode angket mendasarkan diri
pada laporan tentang diri sendiri atau self
reports. Adapun asumsi yang digunakan dalam menggunakan metode ini adalah :
a. Subjek
adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri;
b. Apa yang
dinyatakan subjek kepada evaluator adalah benar dan dapat dipercaya;
c. Interpretasi
subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan
apa yang dimaksudkan oleh evaluator.
Agar memperoleh informasi yang lebih reliable kadang kala
diperlukan dukungan dari orang yang berpengaruh dalam suatu wilayah populasi.
Contoh: bila evaluator menginginkan informasi dari guru maka akan lebih baik
bila angket yang disampaikan diketahui oleh pemilik sekolah.
Format dan susunan angket hendaknya menarik, menyenangkan untuk
dilihat, mudah dipahami maksudnya, dan mengundang jawaban. Pertanyaan hendaknya
disusun secara rapid an tidak meminta pengorbanan waktu dan pikiran yang
terlalu banyak.
4) Pengambilan
data dengan wawancara
Apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpul data
maka wawancara akan berfungsi sebagai metode primer. Sebaliknya, bila digunakan
seagai alat untuk mencari informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara
lain, maka akan menjadi metode pelengkap.
Pada saat-saat tertentu, metode wawancara digunakan untuk
menguji kebenaran dan kemantapan suatu data yang diperoleh dengan cara lain.
Apabila digunakan untuk hal yang demikian, metode wawancara menjadi kriterium. Dalam fungsinya sebagai kriterium. Dalam fungsinya sebagai kriterium maka wawancara harus dilaksanakan dengan hati-hati. Sangat
tidak dibenarkan bila metode wawancara sebagai kriterium dilaksanakan secara
tergesa-gesa, tanpa persiapan yang matang.
Untuk memperoleh informasi yang objektif evaluator tidak dapat
bersikap egois, dalam arti hanya mementingkan kebutuhannya sendiri tanpa
memperhatikan kebutuhan responden yang diwawancarai. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam wawancara, antara lain :
a. Adakan
pembicaraan pemanasan dengan penuh keramahan pada permulaan wawancara;
b. Kemukakan
tujuan wawancara dalam bahasa yang mudah dipahami dengan kerendahan hati dan
bersahabat;
c. Hubungkan
pokok-pokok pembicaraan dengan perhatian responden, dan tariklah minatnya kea
rah pokok-pokok yang akan ditanyakan;
d. Timbulkan
suasana yang bebas sehingga responden tidak merasa tertekan baik oleh
pertanyaannya maupun oleh suasana di sekitarnya;
e. Evaluator
tidak boleh menunjukkan sikap yang tergesa-gesa, sikap kurang menghargai
jawaban, atau sikap kurang percaya;
f. Berikan
dorongan kepada responden yang menimbulkan kesan ia adalah orang penting dan
diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah.
5) Pengambilan
data dengan metode analisis dokumen dan artifak
Dokumen adalah catatan mengenai berbagai kejadian di masa lalu
yang ditulis atau dicetak, seperti surat, catatan harian, dan dokumen lainnya
yang relevan. Dalam perkembangan terakhir, orang membedakan istilah dokumen
dengan rekaman. Rekaman adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh
seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau
menyajikan akunting. Dokumen sangat bermanfaat dalam analisis konsep dan studi
yang bersifat historis.
Artifaks adalah objek materiil dan symbol dari kejadian masa
lalu dan saat ini, kelompok, orang atau organisasi. Dengan kata lain, artifaks
adalah segala sesuatu yang dihasilkan atas kecerdasan manusia.
Dokumen terdiri dari dua jenis, pribadi dan resmi. Dokumen
pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang
tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Dari dokumen pribadi, peneliti bisa
mengumpulkan data mengenai situasi social, dan arti berbagai faktor yang ada di
sekitar subjek penelitian yang tereksplisit maupun terimplisitkan dalam dokumen
pribadi tersebut. Contohnya, buku harian, surat pribadi atau otobiografi.
Dokumen resmi terdiri dari doukmen eksternal dan internal.
Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan yang berlaku bagi
pihak keputusan pimpinan, dan lain sejenisnya. Dokumen eksternal terdiri atas
bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga social, misalnya
majalah, bulletin, pernyataan dan berita yang disiarkan media massa.
Dalam metode mengumpulkan data dengan dokumen dan artifak,
aktivitas instrument/peneliti bisa dirangkum dalam kegiatan berikut ini[12] :
a. Eksploring
b. Scanning,
c. Organizing
d. Interpreting
e. Analyzing
3.
Langkah
Penelitian Data
Setelah data terkumpul, maka data harus disaring lebih dahulu
sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan ini disebut dengan penelitian
data atau verifikasi data dan maksudnya adalah untuk memisahkan data yang
“baik” yang akan dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai
individu atau sekelompok individu atau sekelompok individu yang sedang
dievaluai, dari data yang kurang baik yang hanya akan merusak atau mengaburkan
gambaran yang akan diperoleh apabila turut diolah juga.
Biasanya data yang terutama yang membutuhkan verifikasi ini
ialah data yang diterima dari pihak lain mengenai orang yang sedang dievaluasi
jadi bukan data yang diperoleh dari hasil observasi kita sendiri. Namun, data
yang kita peroleh sendiri pun masih harus diverifikasi, Karena selalu ada
kemungkinan adanya data yang salah.[13]
4.
Langkah
Pengolahan Data
Langkah
pengolahan data dilakukan untuk memberikan “makna” terhadap data yang pada
kita. Jadi hal ini berarti bakwa tanpa kita olah, dan diatur lebih dulu data
itu sebenarnya tidak dapat menceritakan suatu apapun kepada kita. Sering sekali
seorang memiliki data yang cukup lengkap tentang seorang murid atau sekelompok
murid yang sedang dievalusinya tetapi karena ia kurang pandai mengolah data
yang dimilikinya tadi tidak banyaklah arti atau makna yang dapat dikeluarkannya
dari datanya. Fungsi pengolahan data dalam proses evaluasi yang perlu disadari
benar-benar pada tarafmemperoleh gambaran yang selengkap-lengkapnya tentang
diri orang yang sedang di evaluasi.[14]
Setelah semua data dikumpulkan dan diverifikasi, baik secara
langsung maupun tidak langsung, maka selanjutnya data tersebut harus diolah. Mengolah
data berarti mengubah wujud data yang sudah dikumpulkan menjadi sebuah sajian
data yang menarik dan bermakna. Data hasil evaluasi, ada yang berbentuk
kualitatif, ada juga yang berbentuk kuantitatif. Data kualitatif tentu diolah
dan dianalisis secara kualitatif, sedangkan data kuantitatif diolah dan
dianalisis dengan bantuan statistika inferensial.
Misalnya, kita memperoleh data tentang nilai prestasi belajar
dari sekelompok peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Nilai-nilai
tersebut kita susun dalam table distribusi frekuensi, kemudian kita buat table
atau daftar, diagram atau gambar sehingga data nilai tersebut menarik untuk
disajikan dan dapat dimaknai. Dari table ataudaftar distribusi frekuensi, dapat
kita hitung persentase, rata-rata kelompok, nilai median, nilai modus,
peringkat dan sebagainya, sesuai dengan kebutuhan.
Ada empat langkah pokok dalam mengolah hasil penilaian atau
data, di antaranya[15]:
1) Menskor,
yaitu memberikan skor pada hasil evaluasi yang dapat dicapai oleh peserta
didik,
2) Mengubah
skor mentah menjadi skor standara sesuai dengan norma tertentu.
3) Mengkonversikan
skor standar ke dalam nilai, baik berupa huruf atau angka.
4) Melakukan
analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan
reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty
index), dan daya pembeda.
5.
Langkah
Penafsiran Data
Jika data sudah diolah dengan aturan-aturan dan tahap-tahap
tertentu, langkah selanjutnya adalah menafsirkan data itu sehingga memberikan
makna. Langkah penafsiran data sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari
pengolahan data itu sendiri, karena dengan mengolah data dengan sendirinya akan
menafsirkan hasil pengolahan itu. Memberikan interpretasi maksudnya adalah
membuat pernyataan mengenai hasil pengolahan data.
Ada dua jenis penafsiran data, yaitu penafsirang kelompok dan
penafsiran individual.[16]
1) Penafsiran
kelompok adalah penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik
kelompok berdasarkan data hasil evaluasi, seperti prestasi suatu kelompok,
rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan materi pelajaran yang
diberikan, dan distribusi nilai kelompok.
2) Penafsiran
individu adalah penafsiran yang hanya dilakukan secara perseorangan. Misalnya
dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan atau situasi klinis lainnya. Tujuan
utamanya adalah untuk melihat tingkat kesiapan peserta didik , pertumbuhan
fisik, kemauan belajar dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Dalam melakukan penafsiran data baik secara kelompok maupun
individual guru harus menggunakan norma-norma yang standar sehingga data yang
diperoleh dapat dibandingkan dengan norma-norma tersebut. Berdasarkan
penafsiran ini, dapat diputuskan bahwa peserta didik mencapai taraf kesiapan
yang memadai atau tidak, ada kemajuan yang berarti atau tidak, ada kesulitan
atau tidak. Jika ingin menggambarkan pertumbuhan peserta didik, penyebaran
skor, dan perbandingan antar kelompok, maka guru perlu menggunakan garis
(kurva), grafik, atau dalam beberapa hal diperlukan profil, dan bukan dengan
daftar angka-angka. Daftar angka-angka biasanya digunakan untuk melukiskan posisi atau kedudukan
peserta didik, baik secara perseorangan maupun kelompok.
6.
Laporan
Hasil Penelitian
Pada akhir
penggal waktu proses pembelajaran, antara akhir catur wulan, akhir semester,
akhir tahun ajaran, akhir jenjang persekolahan diperlukan suatu laporan
kemajuan peserta didik, yang selanjutnya merupakan laporan kemajuan sekolah.
Laporan ini akan memberikan bukti sejauh mana tujuan pendidikan yang diharapkan
oleh anggota masyarakat khususnya orang tua peserta didik dapat tercapai.
Dalam
laporan evaluasi pembelajaran harus berisikan pokok-pokok berikut[17]:
1)
Tujuan evaluasi,
2)
Problematika,
3)
Lingkup dan Metodologi evaluasi pembelajaran,
4)
Pelaksanaan evaluasi pembelajaran,
5)
Hasil evaluasi Pembelajaran.
Pemberian informasi dapat berupa laporan umum dan laporan khusus
tentang prestasi yang dicapai oleh sekolah. Dikatakan laporan umum karena
informasi tersebut terbuka, untuk siapa saja yang berminat dengan sasaran
utamanya adalah orang tua, anak didik dan masyarakat sekitar sekolah. Sedangkan
laporan khusus, disampaikan hanya pada orang tua dan peserta didik, karena
laporan ini banyak menyangkut masalah pribadi, yang tabu untuk diketahui orang
lain.[18]
1) Laporan
kemajuan umum
Secara berkala, terutama pada akhir program sekolah, masyarakat
diberi informasi tentang bagian yang telah dilaksanakan. Laporan kemajuan umum
ini dapat berbentuk laporan fisik dan laporan melalui media.
a. Laporan
kemajuan umum yang berbentuk fisik dapat dilaksanakan melalui berbagai
kegiatan, seperti pameran dan pertandingan pameran, diisi dengan :
a) Menunjukkan
karya ilmiah peserta didik selama waktu tertentu.
b) Menunjukkan
karya seni, baik seni lukis, seni tari, seni drama, hasil karya bengkel dan
lain-lainnya.
c) Mengadakan
pertunjukkan olahraga, baik dalam bentuk pertandingan maupun dalam bentuk
hiburan ataupun kesegaran.
b. Laporan
kemajuan umum yang berbentuk media, selain laporan resmi kepala sekolah kepada
atasannya, yang ditulis rutin, juga perlu dikembangkan laporan yang dapat
dibaca masyarakat baik dalam bentuk media cetak maupun media elektronika.
Laporan kemajuan ini hendaknya menunjukkan berbagai kemajuan
yang telah dicapai dalam rentang waktu beberapa tahun. Dengan melihat pameran
ini dapat dilihat oleh pengunjung apa yang telah dicapai tahun-tahun sebalumnya
dan kelebihan apa yang dicapai pada tahun terakhir.
2) Laporan
kemajuan khusus
Laporan ini umumnya bersifat pribadi, karena menyangkut diri
pibadi peserta didik dan orang tuanya. Paling tidak ada dua jenis wadah yang
dapat digunakan untuk menyampaikan laporanini, yaitu melalui[19] :
a. Pertemuan
dengan orang tua peserta didik,
b. Buat
laporan kemajuan atau buku rapor.
7.
Penggunaan
Hasil Evaluasi
Tahap akhir dari prosedur evaluasi adalah penggunaan atau
pemanfaatan hasil evaluasi. Salah satu penggunaan hasil evaluasi adalah
laporan. Laporan yang dimaksudkan untuk memberikan feedback kepada semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak yang dimaksud, antara lain :
peserta didik, guru, kepala sekolah, orang tua, penilik dan pemakai lulusan.
Dengan demikian, hasil evaluasi dapat digunakan untuk membantu pemahaman
peserta didik menjadi lebih baik, menjelaskan pertumbuhan dan perkemangan
peserta didik kepada orang tua dan membantu guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa
jenis penggunaan hasil evaluasi sebagai berikut[20] :
1) Untuk
keperluan laporan pertanggungjawaban;
2) Untuk
keperluan seleksi;
3) Untuk
keperluan promosi;
4) Untuk
keperluan diagnosis;
5) Untuk
memprediksi masa depan peserta didik.
Pada hakekatnya
evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah
terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:
1)
Peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya
atas perilaku yang diinginkan;
2)
Mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat
baik setahap atau dua tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi kesenjangan
antara penampilan perilaku yang sekarang dengan tingkah laku yang diinginkan.
Pada tahap ini
kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan. Dengan
evaluasi, dapat diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran.
Sebaliknya, oleh karena evaluasi sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka
tolak ukur perencanaan dan pengembangannya adalah tujuan pembelajaran.
Dalam kaitannya
dengan pembelajaran, Moekijat (seperti dikutip Mulyasa) mengemukakan teknik evaluasi
belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut:
1)
Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan,
dan daftar isian pertanyaan;
2)
Evaluasi belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek,
analisis keterampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik
sendiri;
3) Evaluasi belajar sikap, dapat
dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang
disesuaikan dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS)[21]
B. TEKNIK EVALUASI
Istilah “teknik-teknik” dapat diartikan sebagai “alat-alat”.
Jadi dalam istilah “teknik-teknik evaluasi hasil belajar” terkandung arti
alat-alat (yang dipergunakan dalam rangka melakukan) evaluasi hasil belajar.[22]
Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi
hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan. Tes Hasil Belajar (THB), baik
itu tes harian (formatif) maupun tes akhir semester (sumatif) bertujuan untuk
mengevaluasi hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu
kurun waktu tertentu. Makalah ini akan lebih banyak memberikan penekanan pada
tes hasil belajar ini.[23]
Dalam proses pelaksanaannya, menurut Abu Hamadi dan Widodo
Supriyono evaluasi dapat ditempuh melalui dua cara atau teknik, yaitu : teknik
tes dan teknik non-tes.[24]
Dalam konteks
evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah, di kenal adanya dua macam dua
teknik yaitu teknik tes, maka evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah itu
dilakukan dengan jalan menguji peserta didik, dan teknik nontes, maka evaluasi
dilakukan tanpa menguji peserta didik[25]
1. Teknik Tes
1) Pengertian Tes
Menurut Eko Putro Widoyoko, tes merupakan suatu alat untuk
melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik
suatu objek. Dalam pembelajaran objek ini bisa berupa kecakapan peserta didik,
minat, motivasi, dan sebagainya. Tes merupakan bagian tersempit dalam suatu
penelitian.
Menurut Djemari, masih dalam buku Eko Putro Widoyoko, tes
merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara
langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan.
Tes dapat juga diartikan sebagai sejumlahh pernyataan yang harus diberikan
tanggapan dengan tujuan untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang atau
mengungkap aspek-aspek tertentu dari orang yang dikenai tes. Respons peserta
tes terhadap sejumlah pertanyaan maupun pernyataan menggambarkan kemampuan
dalam bidang tertentu. Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar yang bersifat
hard skills.[26]
Sedangkan dalam bukunya, Suwardi mengemukakan bahwa tes merupakan
alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam
suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.[27]
Pengertian tes
Secara harfiah, kata tes berasal dari kata perancis kuno: testum dengan arti
piring untuk menyisihkan logam-logam mulia (maksudnya dengan menggunakan alat
piring akan dapat memperoleh logam-logam mulia yang nilainya tinggi) dalam
bahasa Inggris ditulis dengan tes yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
dengan “tes” yang artinya ujian atau percobaan.
Ada beberapa
istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian di atas, yaitu
istilah tes, testing, tester dan teste, yang masing-masing mempunyai pengertian
yang berbeda-beda. Tes adalah alat pengukur prosedur yang dapat digunakan dalam
pengukuran dan penilaian.
Adapun dari segi
istilah menurut Anne Anastasi dalam karyanya yang berjudul Psicologocal
Testing, yang dimaksud dengan tes adalah dengan alat pengukur yang mempunyai
standart yang obyektif sehinga dapat digunakan secara meluas, serta dapat
betul-betul digunakan untuk menngukur dan membandingkan keadaan psikis atau
tingkah laku individu. Adapun menurut lee j. crobach dalam buku yang berjudul
Esential of Psikhologikal Testing, tes merupakan prosedur yang sistematik untuk
membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih. Dari devinisi-devinisi
tersebut diatas kiramya dapat dipahami bahwa dalam dunia evaluasi pendidikan
yang dimaksud dengan tes adalah (cara yang dapat dipergunakan)atau prosedur
(yang perlu ditempuh) dalam pengukuran dalam rangka penguran dan penilaian
dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik
berupa pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab) atau atau perintah-perintah
(yang harus dikerjakan) oleh teste, sehingga (atas dasar data yang diperoleh
dari hasil pengukuran tingkah laku atau prestasi teste: nilai mana dapat
dibandingkan dengan nilai-nilai yang oleh testee lainnya, atau dibandingkan
dengan nilai dengan nilai standart tetentu.[28]
Suatu kenyataan
bahwa manusia dalam hidupnya berbeda antara individu dengan yang satu dengan
yang lainnya. Tidak ada dua individu yang persis sama, baik dari segi fisik
maupun psikisnya. Senada dengan adanya perbedaan itu, maka perlu diciptakan
alat untuk mendiagnosis atau mengukur keadaan individu, alat pengukur itulah
yang disebut tes. Dengan alat pengukur tersebut orang akan berhasil mengetahui
adanya perbedan individu. Karena adanya
aspek psikis yang berbeda-beda yang dapat membedakan individu dengan ndividu
yang lain, maka kemudian timbul pula bermacam-macam tes.
Teknik
tes ini sendiri terbagi menjadi dua, yaitu tes subjektif dan tes objektif.
Tes subjektif sering diartikan dengan tes essay yaitu tes hasil
belajar yang terdiri dari pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban
berupa uraian dan atau penjelasan. Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya
dalam bentuk menguraikan, penjelasan, mendiskusikan, membandingkan, memberi
alasan dan bentuk lain sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan
menggunakan kata-kata sendiri dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes
ini dituntut kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasannya melalui bahasa
tulisan. Tes subjektif atau tes uraian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
tes Uraian Bebas dan Tes Uraian Terbatas.
Sedangkan Tes Objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya
dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan dari tes bentuk essay. Dalam penggunaan tes objektif ini
jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak daripada tes soal. Kadang-kadang
untuk tes yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 buah soal. Tes
objektif disebut juga dengan istilah short
answer test atau new type test.
Yang terdiri dari item-item yang dapat dijawab dengan cara memilih di antara
alternative jawaban yang dianggap benar dan paling benar.[29]
Secara
garis besar, tes objektif dapat dibedakan menjadi lima macam, di antaranya :
a.
Tes benar
salah (true false)
b.
Tes pilihan
ganda (multiple choice)
c.
Tes
menjodohkan (matching)
d.
Tes melengkapi
(completion)
Untuk
pembahasan kali ini, mengenai tesnya tidak dibahas secara detail, karena akan
ada kelompok lain yang akan membahas mengenai materi ini secara lebih detail.
2) Tujuan Tes
Evaluasi dengan menggunakan teknik tes bertujuan untuk
mengetahui:
a. Tingkat kemampuan awal siswa
b. Hasil belajar siswa
c. Perkembangan prestasi siswa
Tes lisan dilakukan melalui pertanyaan lisan untuk mengetahui
daya serap siswa. Tujuan tes lisan ini terutama untuk menilai:
a. Kemampuan memecahkan masalah
b. Proses berpikir terutama melihat hubungan
sebab akibat
c. Kemampuan menggunakan bahasa lisan
d. Kemampuan mempertanggungjawabkan pendapat
atau konsep yang dikemukakan.[31]
2. Teknik
Non-Tes
Telah dikemukakan bahwa kegiatan “mengukur” atau
melakukan dan merupakan kegiatan yang paling umum dilakukan dan merupakan
tindakan yang mengawali kegiatan evaluasi dalam penilaian hasil belajar. Dengan teknik
non-tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan
dengan tanpa “menguji” peserta didik.[32]
Menurut Suharsimi Arikunto, yang tergolong teknik non-tes adalah
:
a. Skala
bertingkat (Rating scale)
b. Kuesioner (questionair)
c. Daftar
Cocok (Check-list)
d. Wawancara (Interview)
e. Pengamatan
(Observation)
f. Riwayat
Hidup[33]
Teknik penilaian yang
dapat dipergunakan dalam penilaian pada satuan
pendidikan antara lain; tes tertulis, observasi, tes kinerja, penilaian
portofolio, penilaian diri, dan penilaian antar
teman. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari berbagai teknik
penilaian yang dapat digunakan di sekolah, diuraikan sebagai berikut[34]:
Teknik evaluasi juga dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut :
1) Unjuk kerja
(performance);
2) Penugasan (project);
3) Tes
tertulis (paper & pen);
4) Portofolio
(portfolio);
5) Penilaian
sikap.[35]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua penjelasan yang telah dipaparkan pemakalah di atas, terdapat
banyak sekali tahapan-tahapan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Maka
pemakalah dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu mengenai tahap pelaksanaan
evaluasi dan teknik evaluasi hasil belajar. Adapun tahapan dalam pelaksanaan
evaluasi pembelajaran adalah sebagai berikut :
1) Langkah
perencanaan evaluasi;
2) Langkah
pengumpulan data;
3) Langkah
penelitian data;
4) Langkah
pengolahan data;
5) Langkah
penafsiran data;
6) Laporan
hasil penelitian;
7) Penggunaan
hasil evaluasi.
Sedangkan teknik evaluasi hasil belajar dapat diartikan sebagai
alat atau cara yang digunakan dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar seorang
peserta didik atau lebih. Teknik evaluasi hasil belajar terbagi menjadi dua,
yaitu teknik tes dan teknik non tes. Teknik tes berarti siswa diberikan tes
atau alat yang digunakan untuk menguji sejauh mana kemampuan siswa secara
kognitif dan psikomotorik. Sementara non tes dilakukan dalam upaya menambahi
kekurangan teknik tes, karena teknik tes bukan satu-satunya cara yang digunakan
dalam proses evaluasi.
Tes sendiri secara harfiah diartikan (cara yang dapat dipergunakan)atau prosedur (yang
perlu ditempuh) dalam pengukuran dalam rangka penguran dan penilaian dibidang
pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa
pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab) atau atau perintah-perintah (yang
harus dikerjakan) oleh teste, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari
hasil pengukuran tingkah laku atau prestasi teste: nilai mana dapat
dibandingkan dengan nilai-nilai yang oleh testee lainnya, atau dibandingkan
dengan nilai dengan nilai standart tetentu.
Sedangkan tujuan dilaksanakan tes ini antara lain, adalah untuk mengetahui:
a. Tingkat kemampuan awal siswa
b. Hasil belajar siswa
c. Perkembangan prestasi siswa
d. Keberhasilan guru dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran
B. Saran
Berdasarkan uraian pemakalah di atas dan melihat beberapa
masalah yang sering terjadi dalam tahapan evaluasi, maka pemakalah menyarankan
kepada evaluator agar dapat melakukan tahapan-tahapan evaluasi secara runtut,
baik dan benar. Sehingga didapatkan hasil evaluasi yang baik dan sesuai dengan
prinsip-prinsip evaluasi. Selain itu, hal lain yang harus menjadi bahan
pertimbangan adalah teknik-teknik yang dapat digunakan evaluator dalam
melaksanakan tahapan evaluasi tersebut. Teknik tersebut harus sesuai dengan
kebutuhan evaluasi dengan mempertimbangkan tujuan dan objek yang hendak
dievaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo
Supriyono. 2008. Psikologi Belajar.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Arikunto,Suharsimi. 1993. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi dan Cepi
Safruddin Abdul Jabar. 2010. Evaluasi
Program Pendidikan (Pedoman Teoretis Praktis Bagi Mahasiswi dan Praktisi
Pendidikan). Jakarta: Bumi Aksara
Daryanto, H.M. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Daryanto, H.M. 2012. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Mashuri dan Dedi Setiawan.
2012. Kompetensi Guru dalam Mengajar.
Palembang: IAIN Raden Fatah
Nofiyanti, Lilik, dkk. 2008.
Evaluasi Pembelajaran. Surabaya:
LAPIS-PGMI
Sakni, Ridwan. 2010. Pengembangan Sistem Evaluasi Pendidikan. Palembang:
Rafah Press
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Suwardi. 2007. Manajemen Pembelejaran (Mencipta Guru
Kreatif dan Profesional). Surabaya: STAIN SALATIGA PRESS
Tarigan, Djago dan H.G.
Tarigan. 1987. Teknik Pengajaran
Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa
Tim Pengembang MKDP
Kurikulum dan Pembelajaran. 2011. Kurikulum
dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers
Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan
Praktis bagi Pendidik dan Calon Pendidik). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://saiyanadia.wordpress.com/2010/11/20/langkah-langkah-penyusunan-pelaksanaan-evaluasi-pembelajaran/
hari Rabu,13 Maret 2013 pukul 20.05 WIB
http://www.majalahpendidikan.com/2011/03/tahap-tahap-proses-pembelajaran.html hari Rabu, 13 Maret 2013 pukul 20.06 WIB
http://andijosua.blogspot.com/2011/03/prosedur-evaluasi-pembelajaran.html hari Rabu,
13 Maret 2013 pukul 20.04 WIB
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195809071987031-BUDI_SUSETYO/Penilaian_hasil_belajar_KTSPx.pdf
Hari Jumat, 15 Maret 2013 pukul 18.36 WIB
http://www.slideshare.net/EndahAnggraeni/teknik-penilaianhasilbelajar Hari
Jumat, 15 Maret 2013 pukul 18.50 WIB
http://arsadbendungan.blogspot.com/2011/12/teknik-penilaian-proses-dan-hasil.html Hari
Jumat, 15 Maret 2013 pukul 18.56 WIB
http://penilaianhasilbelajar.blogspot.com/13/09/2009 Hari
Jumat, 15 Maret 2013 pukul 19.06 WIB
http://hany.ngrambe.net/2012/11/evapen-2-teknik-evaluasi-belajar.html Hari
Jumat, 15 Maret 2013 pukul 19.15 WIB
http://www.tuanguru.com/2012/01/teknik-tes-dan-non-tes-dalam-evaluasi.html Hari
Jumat, 15 Maret 2013 pukul 19.39 WIB
http://cakulil.blogspot.com/2012/02/teknik-tes-dan-teknik-non-tes.html Hari
Jumat, 15 Maret 2013 pukul 19.49 WIB
http://inmuchlis.blogspot.com/2012/01/teknik-tes-dan-teknik-nontes-sebagai.html
Hari Jumat, 15 Maret 2013 pukul 22.31 WIB
[1] Lilik Nofiyanti, dkk. Evaluasi Pembelajaran, (Surabaya:
LAPIS-PGMI, 2008), Hlm.1.9
[2] Djago
Tarigan dan H.G. Tarigan, Teknik
Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa,1987), Hlm.9-10
[3] H.M Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2005), Hlm. 21-27
[4] Tim Pengembang MKDP Kurikulum
dan Pembelajaran, Kurikulum dan
Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Hlm. 171
[5] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2012), Hlm. 88-89
[6] Ibid. Hlm. 92
[7] Mashuri dan Dedi Setiawan, Kompetensi Guru dalam Mengajar,
(Palembang: IAIN Raden Fatah Palembang, 2012), Hlm. 1
[8] Zainal Arifin, Op.Cit, Hlm. 92
[9] Ibid, Hlm. 99
[10] Ibid. Hlm.102
[11] Suharsimi Arikunto dan Cepi
Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program
Pendidikan (Pedoman Teoretis Praktis Bagi Mahasiswi dan Praktisi Pendidikan),
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Hlm.113
[12] Ibid, Hlm. 117-119
[13] H.M. Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2012), Hlm.145-148
[14]
http://saiyanadia.wordpress.com/2010/11/20/langkah-langkah-penyusunan-pelaksanaan-evaluasi-pembelajaran/
[15] Zainal Arifin, Op.Cit. Hlm. 108
[16] Ibid. Hlm.109
[18] Daryanto, Op.Cit. Hlm.165
[19] Ibid. Hlm.167
[20] Zainal Arifin. Op.Cit. Hlm. 114
[21]
http://www.majalahpendidikan.com/2011/03/tahap-tahap-proses-pembelajaran.html
[22] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2011), Hlm. 62
[24] Abu Hamadi dan Widodo Supriyono,
Psikologi Belajar, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2008), Hlm.203
[26] Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan
Praktis bagi Pendidik dan Calon Pendidik), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), Hlm. 45-46
[27] Suwardi, Manajemen Pembelajaran (Mencipta Guru Kreatif dan Berkompetensi),
(Surabaya: STAIN SALATIGA PRESS, 2007), Hlm. 93
[29] Ridwan Sakni, Pengembangan Sistem Evaluasi Pendidikan, (Palembang:
Rafah Press, 2010), Hlm. 48-60
[33] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1993), Hlm.23
trima ksh.. Anda sudah memanfaatkn karya saya, smg ttp smangat dan trs belajar.
BalasHapussama-sama pak, bukunya bermanfaat skali :) :)
Hapus