Senin, 18 Maret 2013

Tahap Evaluasi dan Teknik Evaluasi Hasil Belajar


EVALUASI PEMBELAJARAN
(Tahap Evaluasi dan Teknik-Teknik Evaluasi Hasil Belajar)

Disusun Oleh :
Kelompok II
1.    Eka Hardiyanti            (10270702)
2.    Mutiara Ulin                (10270041)

Dosen Pembimbing :
Elhefni, M.Pd.I


JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2013



JUDUL : TAHAP EVALUASI DAN TEKNIK EVALUASI HASIL BELAJAR
A.       TAHAP EVALUASI
Istilah evaluasi sudah sering terdengar di telinga dan sudah sangat sering digunakan dalam proses pembelajaran. Namun, tidak selalu menggunakan tahapan-tahapan yang sesuai menurut para ahli.
Evaluasi pembelajaran sendiri merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program pendidikan, pengajaran, atau pun pelatihan yang telah dilaksanakan. Dalam melakukan kegiatan evaluasi tentu diperlukan informasi informasi atau data yang baik mutunya. Data seperti itu akan dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran dan penilaian terlebih dahulu[1]
Evaluasi dapat ditujukan pada prestasi belajar siswa dan dpat pula ditujukan kepada program. Evaluasi dapat memberikn umpan balik bagi guru dalam rangka perbaikan setiap komponen proses belajar mengajar yang ikut berproses. Melalui hasil evaluasi, guru dapat mengukur keberhasilan penyusunan dan pelaksanaan proram pembelajaran, lebih-lebih evaluasi terhadap prestasi belajar siswa merupakan dasar perbaikan terhadap penyusunan instruksional, bahan, metode dan pilihan media. Melalui evaluasi juga dapat diketahui aktifitas siswa apakah sudah mememuhi konsep kurikulum yang berlaku atau belum.[2]
Namun, pada pembahasan kali ini, kami tidak akan membahas mengenai pengertian evaluasi lebih jauh lagi, karena pembahasan tersebut tersebut telah dijelaskan dipertemuan sebelumnya oleh kelompok sebelumnya.
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, evaluasi itu berkaitan erat dengan penilaian dan pengukuran. Sebuah penilaian dan pengukuran akan menghasilkan evaluasi. Tidak akan terjadi evaluasi jika hanya ada penilaian tanpa pengukuran. Untuk itulah, guru harus mengetahui tahap-tahapan yang harus dilaksanakan dalam melakukan evaluasi dalam proses pembelajaran, agar menghasilkan evaluasi yang maksimal.
Dalam bukunya, Daryanto mengemukakan empat langkah pelaksanaan evaluasi yang baik, yaitu[3] :
Langkah 1 :
Evaluasi tentang diri seorang anak atau sekelompok anak. Ini merupakan langkah pertama kea rah evaluasi yang baik. Pembatasan ini biasanya ditentukan oleh sifat tugas seseorang dalam keseluruhan pendidikan seorang anak. Seorang guru ilmu pasti atau sejarah dalam mengadakan evaluasi terhadap kemajuan murid-muridnya membatasi dirinya pada usaha untuk mengetahui kemajuan mereka dalam pelajaran ilmu pasti atau sejarah apa saja. Sebaliknya, seorang konselor pendidikan (education counselor), mempunyai batasan tugas yang lebih luas daripada guru ilmu pasti atau sejarah tadi.
Langkah 2 :
Evaluasi yang baik ialah bahwa data yang kita kumpulkan mengenai setiap aspek pribadi anak harus merupakan “behavior sampling”cukup representative terhadap keseluruhan tingkah laku anak. Misalnya untuk menetapkan apakah seorang anak pada dasarnya bersifat pemalu atau tidak, tidak cukup kalau hanya  memperhatikan tingkah laku anak pada satu kesempatan saja. Kita harus mencoba untuk mengetahui bagaimanakah reaksi anak terhadap bermacam-macam situasi pada berulang kali kesempatan.
Jika prinsip ini dilanggar, biasanya kesimpulan yang kita rumuskan akan diwarnai oleh apa yang disebut “hallo effect” dan tidak akan merupakan suatu “conclusion” melainkan suatu “confusion”.
Misalnya banyak orang mengatakan bahwa ia seorang pemalu, seorang yang membosankan atau “saai” hanya karena pernah dilihatnya dalam suatu pesta ia tidak mau diajak berdansa. Padahal kemungkinan selalu ada bahwa si A tidak mau diajak berdansa pada pesta itu, bukan karena ia malu, melainkan karena ia betul-betul tidak pandai berdansa. Dan tidak beraninya berdansa pada pesta ini, bukan pula karena ia malu melainkan karena dia tidak mau mengecewakan pasangan atau partnernya. Kalau diperhatikan praktek-praktek evaluasi lazim dilakukan orang awam akan kita lihat bahwa prinsip ini banyak sekali dilanggar.

Langkah 3  :
Evaluasi yang baik ialah bahwa cara-cara serta alat-alat yang hendak kita pergunakan untuk pengumpulan data mengenai diri anak kita pilih betul-betul sebelumnya untuk mengumpulkan keterangan mengenai cerdas atau tidaknya seorang anak, misalnya dapat kita pergunakan dua macam cara observasi atau mengadakan tes. Tes yang dapat dipergunakan untuk keperluan ini pun bermacam-macam pula. Ada tes individual, ada pula tes kelompok. Untuk setiap jenis tes kecerdasan tersebut telah tersedia banyak sekali tes di antaranya ada yang baik ada pula yang kurang baik. Dan kita sebagai evaluator harus pandai memilih.

Langkah 4 :
 Evaluasi yang baik ialah bahwa data yang telah kita kumpulkan tadi harus diolah terlebih dahulu. Sebelum memberikan tafsiran terhadap data yang telah dikumpulkan sebelumnya tadi. Pengolahan-pengolahan ini sangat beragam, ada pengolahan yang bersifat statistis, ada pula yang bersifat non-statistis, pengolahan mana yang paling tepat untuk dilakukan terhadap sekumpulan data ditentukan oleh sifat-sifat dan jenis data yang dikumpulkan dan tujuan terdekat yang harus diselesaikan dalam keseluruhan prosedur evaluasi yang sedang kita kerjakan. Apabila sekumpulan data yang ada pada kita menghendaki jenis pengolahan yang tidak cukup kita kuasai maka hal yang sebaiknya kita lakukan dalam hal ini ialah mengadakan konsultasi dengan teman sejawat lain atau seorang expert.
Sementara itu, menurut Tim Pengembang MKDP beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembelajaran, yaitu[4] :
1)     Jenis dan karakteristik kompetensi dan tujuan pembelajaran yang dikembangkan;
2)    Pengambilan sampel perilaku yang akan diukur
3)     Pemilihan jenis dan tipe alat evaluasi yang akan digunakan;
4)    Aspek yang akan diuji;
5)     Format butir soal;
6)    Distribusi tingkat kesukaran soal.
Kemudian, masih menurut Tim Pengembang MKDP, dalam menentukan bentuk alat evaluasi yang akan digunakan, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
1)     Karakteristik kompetensi dan mata pelajaran yang akan diujikan;
2)    Tujuan khusus pembelajaran yang harus dicapai siswa;
3)     Tipe informasi yang dibutuhkan dari tujuan evaluasi;
4)    Usia dan tingkat perkembangan mental siswa akan mengikuti tes;
5)    Besarnya kelompok siswa yang akan mengikuti tes.

Menurut pemakalah sendiri disortir dari beberapa buku yang telah dibaca, maka disebutkan tahap-tahap evaluasi sebagai berikut :



1.    Langkah Perencanaan Evaluasi
Dalam melaksanakan suatu kegiatan tentunya harus sesuai dengan apa yang direncanakan. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh lebih maksimal. Namun, banyak juga orang melaksanakan suatu kegiatan tanpa perencanaan yang jelas sehingga hasilnya pun kurang maksimal. Oleh sebab itu, seorang evaluator harus dapat membuat perencanaan evaluasi dengan baik. Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam kegiatan evaluasi adalah membuat perencanaan. Perencanaan ini penting karena akan mempengaruhi langkah-langkah selanjutnya, bahkan mempengaruhi keefektifan prosedur evaluasi secara menyeluruh.
Implikasinya adalah perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan spesifik, terurai dan komprehensif sehingga perencanaan tersebut bermakna dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya. Melalui perencanaan evaluasi yang matang inilah kita dapat menetapkan tujuan-tujuan tingkah laku atau indicator yang akan dicapai, dapat mempersiapkan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta dapat menggunakan waktu yang tepat.[5]
Perencanaan evaluasi dapat ditinjau dari dua pendekatan, yaitu :
1)     Pendekatan program pembelajaran. Suatu program minimal terdiri atas tiga dimensi, yaitu input, proses, dan output. Dalam model evaluasi CIPP terdapat empat dimensi, yaitu contects, input, process and product. Di sini, evaluator harus menyusun desain evaluasi yang dituangkan dalam bentuk proposal, karena melakukan evaluasi sama halnya dengan melakukan penelitian. Kegiatan evaluasi sama dengan kegiatan penelitian. Bedanya, kegiatan evaluasi bertitik tolak dari sebuah criteria. Dengan demikian, proposal evaluasi sama dengan proposal penelitian.
Instrumen evaluasi yang digunakan harus betul-betul memiliki karakteristik instrument yang baik, seperti validitas, reabilitas dan praktis. Untuk itu, proses pengembangan instrument harus mengikuti langkah-langkah standarisasi sebuah intsrumen evaluasi. Begitu juga dengan populasinya. Jika terlalu banyak dan luas, sebaiknya diambil dengan teknik sampling.
2)    Pendekatan hasil belajar. Pendekatan ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu domain hasil belajar, proses dan hasil belajar, dan kompetensi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam perencanaan penilaian hasil belajar, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, seperti merumuskan tujuan penilaian, mengidentifikasi kompetensi dan hasil belajar, menyusun kisi-kisi atau blueprint, mengembangkan draft instrument, uji coba dan analisis instrument, revisi dan merakit instrument baru.
a.  Menentukan Tujuan Penilaian
Tujuan penilaian ini harus dilaksanakan secara jelas dan tegas serta ditentukan sejak awal, karena menjadi dasar untuk menentukan arah, ruang lingkup materi, jenis/model, dan karakter alat penilaian. Tujuan penilaian jangan terlalu umum sehingga tidak menuntun guru dalam menyusun soal. Dalam penilaian hasil belajar, ada empat kemungkinan tujuan penilaian, yaitu:
a)    Untuk memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran (formatif),
b)    Untuk menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif),
c)    Untuk mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostic),
d)    Atau untuk menempatkan posisi peserta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan).
Rumusan tujuan penilaian harus memperhatikan domain hasil belajar, seperti domain kognitif, afektif dan psikomotorik.[6]

b.  Mengidentifikasi Kompetensi dan Hasil Belajar
Kompetensi guru adalah penguasaan terhadap pengethauan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.[7]
Dalam kurikulum berbasis kompetensi, semua jenis  kompetensi dan hasil belajar sudah dirumuskan oleh tim pengembang kurikulum, seperti standar kompetensi, kompetensi disarm hasil belajar dan indicator. Guru tinggal mengidentifikasi kompetensi mana yang akan dinilai.
Mengenai hasil belajar, Benyamin S. Bloom, dkk. Dalam buku Zainal Arifin mengelompokkan tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.[8]

c.  Menyusun Kisi-Kisi
Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi penilaian betul-betul representative dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta didik. Jika materi penilaian tidak relevan dengan materi pelajaran yang telah diberikan, maka akan berakibat hasil penilaian itu kurang baik. Begitu juga jika materi penilaian terlalu banyak dibandingkan dengan materi pelajaran, maka akan berakibat sama. Untuk melihat apakah materi penilaian relevan dengan materu pelajaran atau apakah materi penilaian terlalu banyak atau kurang, guru harus menyusun kisi-kisi (lay-out atau blue-print atau table of specifications).
Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topic atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi adalah sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi perangkat tes. Kisi-kisi yang baik akan memperoleh perangkat soal yang related sama sekalipun penulis soalnya berbeda. Dalam konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi soal disusun berdasarkan silabus setiap mata pelajaran. Jadi, guru harus melakukan analisis silabus terlebih dahulu sebelum menyusun kisi-kisi soal.
Langkah-langkah menyusun kisi-kisi soal adalah :
a)    Analisis silabus,
b)    Menyusun kisi-kisi,
c)    Membuat soal,
d)    Menyusun lembar jawaban,
e)    Membuat kunci jawaban,
f)    Menyusun pedoman penskoran.
Dalam praktiknya, seringkali guru di sekolah membuat soal langsung dari buku sumber. Hal ini jelas sangat keliru, karena buku sumber belum tentu sesuai dengan silabus. Kisi-kisi ini menjadi penting dalam perencanaan penilaian hasil belajar, karena di dalamnya terdapat sejumlah indikator  sebagai acuan dalam mengembangkan instrument (soal). Kisi-kisi soal yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu, antara lain :
a)    Representative
b)    Komponennya harus terurai/terperinci, jelas dan mudah dipahami,
c)    Soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.
Format kisi-kisi dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu komponen identitas dan komponen matriks. Komponen identitas ditulis di bagian atas matriks dibuat dalam bentuk kolom ysng sesuai. Komponen identitas meliputi jenis/jenjang sekolah, jurusan/program studi, bidang studi/mata pelajaran, tahun ajaran dan semester, kurikulum acuan. Alokasi waktu, jumlah soal keseluruhan, dan bentuk soal. Kumpulan matriks terdiri atas kompetensi dasar, materi, jumlah soal, jenjang kemampuan, indikator dan nomor urut soal.[9]

d.  Mengembangkan Draf Instrumen
Mengembangkan draf instrument penilaian merupakan salah satu langkah penting dalam prosedur penilaian. Instrument penilaian dapat disusun dalam bentuk tes maupun non tes. Dalam bentuk tes, berarti guru harus membuat soal. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan harus jelas dan terfokus, serta menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan maupun bentuk jawabannya. Kualitas butir soal akan menentukan kualitas tes secara keseluruhan.
Setelah semua soal ditulis, sebaiknya soal tersebut dibaca lagi, jika perlu didiskusikan lagi dengan tim penelaah soal, baik dari ahli bahasa, ahli bidang studi, ahli kurikulum dan ahli evaluasi. Dalam bentuk non-tes, guru dapat membuat angket, pedoman observasi, pedoman wawancara, studi dokumentasi, skala sikap, penilaian bakat, minat, dan sebagainya.
e.  Uji Coba dan Analisis Soal
Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan terlebih dahulu di lapangan. Tujuannya untuk mengetahui soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya. Soal yang baik adalah soal yang sudah beberapa kali mengalami beberapa uji soal dan revisi, yang didasarkan atas analisis empiris dan rasional. Analisis empiris dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan setiap soal yang digunakan. Informasi empiris umumnya menyangkut segala hal yang dapat mempengaruhi validitas soal, seperti aspek-aspek keterbacaan soal, tingkat kesukaran soal, bentuk jawaban, daya pembeda soal, pengaruh kultur, dan sebagainya, sedangkan analisis rasional dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan setiap soal. Hal yang sama dilakukan pula terhadap instrument evaluasi dalam bentuk nontes.
Dalam melaksanakan uji coba soal, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Antara lain :
a)    Ruangan tempatnya tes hendaknya diusahakan seterang mungkin, dan tenang.
b)    Perlu disusun tata tertib pelaksanaan tes, baik yang berkenaan dengan peserta didik itu sendiri, guru, pengawas, maupun teknis pelaksanaan tes.
c)    Para pengawas tes harus mengontrol pelaksanaan tes dengan ketat, tetapi tidak mengganggu suasana tes.
d)    Waktu yang digunakan harus sesuai dengan banyaknya soal yang diberikan sehingga peserta didik dapat bekerja dengan baik.
e)    Peserta didik harus benar-benar patuh mengerjakan semua petunjuk dan perintah dari penguuji.
f)    Hasil uji coba hendaknya diolah, dianalisis, dan diadministrasikan dengan baik sehingga dapat diketahui soal-soal mana yang lemah untuk selanjutnya dapat diperbaiki kembali.

f.  Revisi dan Merakit Soal
Setelah soal diuji coba dan analisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian, ada soal yang dapat diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik yang menyangkut pokok soal maupun alternative jawaban, bahkan ada soal yang harus dibuang atau disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal ini, barulah dilakukan perakitan soal menjadi suatu insrumen yang terpadu. Untuk itu, semua hal yang dapat memengaruhi validitas skor tes, seperti nomor urut soal, pengelompokkan bentuk soal, penataan soal, dan sebagainya haruslah diperhatikan.[10]

2.    Langkah Pengumpulan Data
Soal pertama yang kita hadapi dalam melakukan langkah ini ialah menentukan data apa saja yang kita butuhkan untuk melakukan tugas evaluasi yang kita hadapi dengan baik. Agar kegiatan pengumpulan data dapat dilakukan dengan baik, Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin menguraikan bagaimana mengumpulkan data yang baik, diantaranya adalah[11]:
1)     Pengambilan data dengan tes
Pengambilan data evaluasi dengan tes dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
a.    Buka buku versus tutup buku,
b.   Tes diumumkan versus tes dirahasiakan,
c.   Tes lisan versus tes tertulis,
d.   Tes tindakan atau praktik.
2)    Pengambilan data dengan Observasi
Bila seorang evaluator memutuskan untuk memanfaatkan metode observasi sebagai metode pengumpul data maka perlu menjaga agar reabilitas observasi dapat dipertanggung jawabkan semaksimal mungkin. Oleh karena itu, seorang evaluator hendaknya mengetahui sumber-sumber kesesatan observasi.
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari proses biologis dan psikologis. Dua di antaranya yang terpenting, yaitu proses pengamatan dan ingatan. Pada masing-masing proses ini terkandung sumber kesesatan yang perlu mendapat perhatian dengan seksama.
Metode observasi merupakan cara yang sangat baik untuk mengamati tingkah tingkah laku manusia yang dapat dilihat dengan mata, yaitu tingkah laku dalam ruang waktu, dan keadaan tertentu.
Namun, tidak semua orang memiliki ingatan yang setia, dan tidak semua orang uang memiliki ingatan yang luas pula. Kedua dimensi ingatan ini meletakkan batasan-batasan dalam realitas pengamatan. Karena itu, jika ada cara-cara tertentu yang dapat mengatasi kelemahan kesetiaan dan keluasan ingatan, maka perlu dipertimbangkan untuk digunakan. Cara-cara tersebut, antara lain :
a.  Mengadakan pencatatan dengan check list,
b.  Menggunakan alat perekam (kamera foto, tape recorder, video tape)
c.  Menggunakan lebih banyak observer,
d.  Memusatkan perhatian pada data-data yang relevan,
e.  Mengklasifikasi gejala dalam golongan-golongan yang tepat, dan
f.  Menambah bahan apersepsi tentang objek yang akan diamati

3)   Pengambilan data dengan angket
Meskipun metode observasi merupakan metode yang baik, masih banyak hal yang tidak dapat diungkap dengan observasi, misalnya perbuatan yang sangat pribadi dan perbuatan di masa lampau. Untuk mengungkap data tentang hal tersebut metode angketlah yang paling tepat. Metode angket mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self reports. Adapun asumsi yang digunakan dalam menggunakan metode ini adalah :
a.    Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri;
b.   Apa yang dinyatakan subjek kepada evaluator adalah benar dan dapat dipercaya;
c.   Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh evaluator.
Agar memperoleh informasi yang lebih reliable kadang kala diperlukan dukungan dari orang yang berpengaruh dalam suatu wilayah populasi. Contoh: bila evaluator menginginkan informasi dari guru maka akan lebih baik bila angket yang disampaikan diketahui oleh pemilik sekolah.
Format dan susunan angket hendaknya menarik, menyenangkan untuk dilihat, mudah dipahami maksudnya, dan mengundang jawaban. Pertanyaan hendaknya disusun secara rapid an tidak meminta pengorbanan waktu dan pikiran yang terlalu banyak.

4)    Pengambilan data dengan wawancara
Apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpul data maka wawancara akan berfungsi sebagai metode primer. Sebaliknya, bila digunakan seagai alat untuk mencari informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, maka akan menjadi metode pelengkap.
Pada saat-saat tertentu, metode wawancara digunakan untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu data yang diperoleh dengan cara lain. Apabila digunakan untuk hal yang demikian, metode wawancara menjadi kriterium. Dalam fungsinya sebagai kriterium. Dalam fungsinya sebagai kriterium maka wawancara  harus dilaksanakan dengan hati-hati. Sangat tidak dibenarkan bila metode wawancara sebagai kriterium dilaksanakan secara tergesa-gesa, tanpa persiapan yang matang.
Untuk memperoleh informasi yang objektif evaluator tidak dapat bersikap egois, dalam arti hanya mementingkan kebutuhannya sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan responden yang diwawancarai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara, antara lain :
a.    Adakan pembicaraan pemanasan dengan penuh keramahan pada permulaan wawancara;
b.   Kemukakan tujuan wawancara dalam bahasa yang mudah dipahami dengan kerendahan hati dan bersahabat;
c.   Hubungkan pokok-pokok pembicaraan dengan perhatian responden, dan tariklah minatnya kea rah pokok-pokok yang akan ditanyakan;
d.   Timbulkan suasana yang bebas sehingga responden tidak merasa tertekan baik oleh pertanyaannya maupun oleh suasana di sekitarnya;
e.    Evaluator tidak boleh menunjukkan sikap yang tergesa-gesa, sikap kurang menghargai jawaban, atau sikap kurang percaya;
f.    Berikan dorongan kepada responden yang menimbulkan kesan ia adalah orang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah.

5)    Pengambilan data dengan metode analisis dokumen dan artifak
Dokumen adalah catatan mengenai berbagai kejadian di masa lalu yang ditulis atau dicetak, seperti surat, catatan harian, dan dokumen lainnya yang relevan. Dalam perkembangan terakhir, orang membedakan istilah dokumen dengan rekaman. Rekaman adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Dokumen sangat bermanfaat dalam analisis konsep dan studi yang bersifat historis.
Artifaks adalah objek materiil dan symbol dari kejadian masa lalu dan saat ini, kelompok, orang atau organisasi. Dengan kata lain, artifaks adalah segala sesuatu yang dihasilkan atas kecerdasan manusia.
Dokumen terdiri dari dua jenis, pribadi dan resmi. Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Dari dokumen pribadi, peneliti bisa mengumpulkan data mengenai situasi social, dan arti berbagai faktor yang ada di sekitar subjek penelitian yang tereksplisit maupun terimplisitkan dalam dokumen pribadi tersebut. Contohnya, buku harian, surat pribadi atau otobiografi.
Dokumen resmi terdiri dari doukmen eksternal dan internal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan yang berlaku bagi pihak keputusan pimpinan, dan lain sejenisnya. Dokumen eksternal terdiri atas bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga social, misalnya majalah, bulletin, pernyataan dan berita yang disiarkan media massa.
Dalam metode mengumpulkan data dengan dokumen dan artifak, aktivitas instrument/peneliti bisa dirangkum dalam kegiatan berikut ini[12] :
a.    Eksploring
b.   Scanning,
c.   Organizing
d.   Interpreting
e.    Analyzing

3.    Langkah Penelitian Data
Setelah data terkumpul, maka data harus disaring lebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan ini disebut dengan penelitian data atau verifikasi data dan maksudnya adalah untuk memisahkan data yang “baik” yang akan dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai individu atau sekelompok individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluai, dari data yang kurang baik yang hanya akan merusak atau mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila turut diolah juga.
Biasanya data yang terutama yang membutuhkan verifikasi ini ialah data yang diterima dari pihak lain mengenai orang yang sedang dievaluasi jadi bukan data yang diperoleh dari hasil observasi kita sendiri. Namun, data yang kita peroleh sendiri pun masih harus diverifikasi, Karena selalu ada kemungkinan adanya data yang salah.[13]

4.    Langkah Pengolahan Data
Langkah pengolahan data dilakukan untuk memberikan “makna” terhadap data yang pada kita. Jadi hal ini berarti bakwa tanpa kita olah, dan diatur lebih dulu data itu sebenarnya tidak dapat menceritakan suatu apapun kepada kita. Sering sekali seorang memiliki data yang cukup lengkap tentang seorang murid atau sekelompok murid yang sedang dievalusinya tetapi karena ia kurang pandai mengolah data yang dimilikinya tadi tidak banyaklah arti atau makna yang dapat dikeluarkannya dari datanya. Fungsi pengolahan data dalam proses evaluasi yang perlu disadari benar-benar pada tarafmemperoleh gambaran yang selengkap-lengkapnya tentang diri orang yang sedang di evaluasi.[14]
Setelah semua data dikumpulkan dan diverifikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka selanjutnya data tersebut harus diolah. Mengolah data berarti mengubah wujud data yang sudah dikumpulkan menjadi sebuah sajian data yang menarik dan bermakna. Data hasil evaluasi, ada yang berbentuk kualitatif, ada juga yang berbentuk kuantitatif. Data kualitatif tentu diolah dan dianalisis secara kualitatif, sedangkan data kuantitatif diolah dan dianalisis dengan bantuan statistika inferensial.
Misalnya, kita memperoleh data tentang nilai prestasi belajar dari sekelompok peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Nilai-nilai tersebut kita susun dalam table distribusi frekuensi, kemudian kita buat table atau daftar, diagram atau gambar sehingga data nilai tersebut menarik untuk disajikan dan dapat dimaknai. Dari table ataudaftar distribusi frekuensi, dapat kita hitung persentase, rata-rata kelompok, nilai median, nilai modus, peringkat dan sebagainya, sesuai dengan kebutuhan.
Ada empat langkah pokok dalam mengolah hasil penilaian atau data, di antaranya[15]:
1)     Menskor, yaitu memberikan skor pada hasil evaluasi yang dapat dicapai oleh peserta didik,
2)    Mengubah skor mentah menjadi skor standara sesuai dengan norma tertentu.
3)     Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, baik berupa huruf atau angka.
4)    Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index), dan daya pembeda.

5.    Langkah Penafsiran Data
Jika data sudah diolah dengan aturan-aturan dan tahap-tahap tertentu, langkah selanjutnya adalah menafsirkan data itu sehingga memberikan makna. Langkah penafsiran data sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pengolahan data itu sendiri, karena dengan mengolah data dengan sendirinya akan menafsirkan hasil pengolahan itu. Memberikan interpretasi maksudnya adalah membuat pernyataan mengenai hasil pengolahan data.
Ada dua jenis penafsiran data, yaitu penafsirang kelompok dan penafsiran individual.[16]
1)     Penafsiran kelompok adalah penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil evaluasi, seperti prestasi suatu kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan materi pelajaran yang diberikan, dan distribusi nilai kelompok.
2)    Penafsiran individu adalah penafsiran yang hanya dilakukan secara perseorangan. Misalnya dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan atau situasi klinis lainnya. Tujuan utamanya adalah untuk melihat tingkat kesiapan peserta didik , pertumbuhan fisik, kemauan belajar dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Dalam melakukan penafsiran data baik secara kelompok maupun individual guru harus menggunakan norma-norma yang standar sehingga data yang diperoleh dapat dibandingkan dengan norma-norma tersebut. Berdasarkan penafsiran ini, dapat diputuskan bahwa peserta didik mencapai taraf kesiapan yang memadai atau tidak, ada kemajuan yang berarti atau tidak, ada kesulitan atau tidak. Jika ingin menggambarkan pertumbuhan peserta didik, penyebaran skor, dan perbandingan antar kelompok, maka guru perlu menggunakan garis (kurva), grafik, atau dalam beberapa hal diperlukan profil, dan bukan dengan daftar angka-angka. Daftar angka-angka biasanya digunakan  untuk melukiskan posisi atau kedudukan peserta didik, baik secara perseorangan maupun kelompok.

6.    Laporan Hasil Penelitian
Pada akhir penggal waktu proses pembelajaran, antara akhir catur wulan, akhir semester, akhir tahun ajaran, akhir jenjang persekolahan diperlukan suatu laporan kemajuan peserta didik, yang selanjutnya merupakan laporan kemajuan sekolah. Laporan ini akan memberikan bukti sejauh mana tujuan pendidikan yang diharapkan oleh anggota masyarakat khususnya orang tua peserta didik dapat tercapai.
Dalam laporan evaluasi pembelajaran harus berisikan pokok-pokok berikut[17]:
1) Tujuan evaluasi,
2) Problematika,
3) Lingkup dan Metodologi evaluasi pembelajaran,
4) Pelaksanaan evaluasi pembelajaran,
5) Hasil evaluasi Pembelajaran.

Pemberian informasi dapat berupa laporan umum dan laporan khusus tentang prestasi yang dicapai oleh sekolah. Dikatakan laporan umum karena informasi tersebut terbuka, untuk siapa saja yang berminat dengan sasaran utamanya adalah orang tua, anak didik dan masyarakat sekitar sekolah. Sedangkan laporan khusus, disampaikan hanya pada orang tua dan peserta didik, karena laporan ini banyak menyangkut masalah pribadi, yang tabu untuk diketahui orang lain.[18]

1)   Laporan kemajuan umum
Secara berkala, terutama pada akhir program sekolah, masyarakat diberi informasi tentang bagian yang telah dilaksanakan. Laporan kemajuan umum ini dapat berbentuk laporan fisik dan laporan melalui media.
a.  Laporan kemajuan umum yang berbentuk fisik dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, seperti pameran dan pertandingan pameran, diisi dengan :
a)  Menunjukkan karya ilmiah peserta didik selama waktu tertentu.
b)  Menunjukkan karya seni, baik seni lukis, seni tari, seni drama, hasil karya bengkel dan lain-lainnya.
c)  Mengadakan pertunjukkan olahraga, baik dalam bentuk pertandingan maupun dalam bentuk hiburan ataupun kesegaran.
b.  Laporan kemajuan umum yang berbentuk media, selain laporan resmi kepala sekolah kepada atasannya, yang ditulis rutin, juga perlu dikembangkan laporan yang dapat dibaca masyarakat baik dalam bentuk media cetak maupun media elektronika.
Laporan kemajuan ini hendaknya menunjukkan berbagai kemajuan yang telah dicapai dalam rentang waktu beberapa tahun. Dengan melihat pameran ini dapat dilihat oleh pengunjung apa yang telah dicapai tahun-tahun sebalumnya dan kelebihan apa yang dicapai pada tahun terakhir.

2)   Laporan kemajuan khusus
Laporan ini umumnya bersifat pribadi, karena menyangkut diri pibadi peserta didik dan orang tuanya. Paling tidak ada dua jenis wadah yang dapat digunakan untuk menyampaikan laporanini, yaitu melalui[19] :
a.    Pertemuan dengan orang tua peserta didik,
b.   Buat laporan kemajuan atau buku rapor.

7.    Penggunaan Hasil Evaluasi
Tahap akhir dari prosedur evaluasi adalah penggunaan atau pemanfaatan hasil evaluasi. Salah satu penggunaan hasil evaluasi adalah laporan. Laporan yang dimaksudkan untuk memberikan feedback kepada semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak yang dimaksud, antara lain : peserta didik, guru, kepala sekolah, orang tua, penilik dan pemakai lulusan. Dengan demikian, hasil evaluasi dapat digunakan untuk membantu pemahaman peserta didik menjadi lebih baik, menjelaskan pertumbuhan dan perkemangan peserta didik kepada orang tua dan membantu guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa jenis penggunaan hasil evaluasi sebagai berikut[20] :
1)     Untuk keperluan laporan pertanggungjawaban;
2)    Untuk keperluan seleksi;
3)     Untuk keperluan promosi;
4)    Untuk keperluan diagnosis;
5)    Untuk memprediksi masa depan peserta didik.

Pada hakekatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:
1)     Peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan;
2)    Mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang dengan tingkah laku yang diinginkan. 
Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas proses pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan. Dengan evaluasi, dapat diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran. Sebaliknya, oleh karena evaluasi sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka tolak ukur perencanaan dan pengembangannya adalah tujuan pembelajaran.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Moekijat (seperti dikutip Mulyasa) mengemukakan teknik evaluasi belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut:
1)     Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan, dan daftar isian pertanyaan;
2)    Evaluasi belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis keterampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik sendiri;
3)     Evaluasi belajar sikap, dapat dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS)[21]
B. TEKNIK EVALUASI

Istilah “teknik-teknik” dapat diartikan sebagai “alat-alat”. Jadi dalam istilah “teknik-teknik evaluasi hasil belajar” terkandung arti alat-alat (yang dipergunakan dalam rangka melakukan) evaluasi hasil belajar.[22]
Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan. Tes Hasil Belajar (THB), baik itu tes harian (formatif) maupun tes akhir semester (sumatif) bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu. Makalah ini akan lebih banyak memberikan penekanan pada tes hasil belajar ini.[23]
Dalam proses pelaksanaannya, menurut Abu Hamadi dan Widodo Supriyono evaluasi dapat ditempuh melalui dua cara atau teknik, yaitu : teknik tes dan teknik non-tes.[24]
Dalam konteks evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah, di kenal adanya dua macam dua teknik yaitu teknik tes, maka evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik, dan teknik nontes, maka evaluasi dilakukan tanpa menguji peserta didik[25]

1.  Teknik Tes
1)   Pengertian Tes
Menurut Eko Putro Widoyoko, tes merupakan suatu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Dalam pembelajaran objek ini bisa berupa kecakapan peserta didik, minat, motivasi, dan sebagainya. Tes merupakan bagian tersempit dalam suatu penelitian.
Menurut Djemari, masih dalam buku Eko Putro Widoyoko, tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Tes dapat juga diartikan sebagai sejumlahh pernyataan yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek-aspek tertentu dari orang yang dikenai tes. Respons peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan maupun pernyataan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu. Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar yang bersifat hard skills.[26]
Sedangkan dalam bukunya, Suwardi mengemukakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.[27]
Pengertian tes Secara harfiah, kata tes berasal dari kata perancis kuno: testum dengan arti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia (maksudnya dengan menggunakan alat piring akan dapat memperoleh logam-logam mulia yang nilainya tinggi) dalam bahasa Inggris ditulis dengan tes yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “tes” yang artinya ujian atau percobaan.
Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian di atas, yaitu istilah tes, testing, tester dan teste, yang masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Tes adalah alat pengukur prosedur yang dapat digunakan dalam pengukuran dan penilaian.
Adapun dari segi istilah menurut Anne Anastasi dalam karyanya yang berjudul Psicologocal Testing, yang dimaksud dengan tes adalah dengan alat pengukur yang mempunyai standart yang obyektif sehinga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk menngukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Adapun menurut lee j. crobach dalam buku yang berjudul Esential of Psikhologikal Testing, tes merupakan prosedur yang sistematik untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih. Dari devinisi-devinisi tersebut diatas kiramya dapat dipahami bahwa dalam dunia evaluasi pendidikan yang dimaksud dengan tes adalah (cara yang dapat dipergunakan)atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam pengukuran dalam rangka penguran dan penilaian dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab) atau atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan) oleh teste, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tingkah laku atau prestasi teste: nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai dengan nilai standart tetentu.[28]
Suatu kenyataan bahwa manusia dalam hidupnya berbeda antara individu dengan yang satu dengan yang lainnya. Tidak ada dua individu yang persis sama, baik dari segi fisik maupun psikisnya. Senada dengan adanya perbedaan itu, maka perlu diciptakan alat untuk mendiagnosis atau mengukur keadaan individu, alat pengukur itulah yang disebut tes. Dengan alat pengukur tersebut orang akan berhasil mengetahui adanya perbedan individu. Karena adanya aspek psikis yang berbeda-beda yang dapat membedakan individu dengan ndividu yang lain, maka kemudian timbul pula bermacam-macam tes.
Teknik tes ini sendiri terbagi menjadi dua, yaitu tes subjektif dan tes objektif.
Tes subjektif sering diartikan dengan tes essay yaitu tes hasil belajar yang terdiri dari pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban berupa uraian dan atau penjelasan. Secara umum tes uraian ini adalah  pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, penjelasan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan dan bentuk lain sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata sendiri dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Tes subjektif atau tes uraian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes Uraian Bebas dan Tes Uraian Terbatas.
Sedangkan Tes Objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk essay. Dalam penggunaan tes objektif ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak daripada tes soal. Kadang-kadang untuk tes yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 buah soal. Tes objektif disebut juga dengan istilah short answer test atau new type test. Yang terdiri dari item-item yang dapat dijawab dengan cara memilih di antara alternative jawaban yang dianggap benar dan paling benar.[29]
Secara garis besar, tes objektif dapat dibedakan menjadi lima macam, di antaranya :
a.    Tes benar salah (true false)
b.   Tes pilihan ganda (multiple choice)
c.   Tes menjodohkan (matching)
d.   Tes melengkapi (completion)
e.    Tes jawaban singkat[30]
Untuk pembahasan kali ini, mengenai tesnya tidak dibahas secara detail, karena akan ada kelompok lain yang akan membahas mengenai materi ini secara lebih detail.
2)      Tujuan Tes
Evaluasi dengan menggunakan teknik tes bertujuan untuk mengetahui:
a.  Tingkat kemampuan awal siswa
b.  Hasil belajar siswa
c.  Perkembangan prestasi siswa
d.  Keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
Tes lisan dilakukan melalui pertanyaan lisan untuk mengetahui daya serap siswa. Tujuan tes lisan ini terutama untuk menilai:
a.  Kemampuan memecahkan masalah
b.  Proses berpikir terutama melihat hubungan sebab akibat
c.  Kemampuan menggunakan bahasa lisan
d.  Kemampuan mempertanggungjawabkan pendapat atau konsep yang dikemukakan.[31]

2.    Teknik Non-Tes
Telah dikemukakan bahwa kegiatan “mengukur” atau melakukan dan merupakan kegiatan yang paling umum dilakukan dan merupakan tindakan yang mengawali kegiatan evaluasi dalam penilaian hasil belajar. Dengan teknik non-tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik.[32]
Menurut Suharsimi Arikunto, yang tergolong teknik non-tes adalah :
a.    Skala bertingkat (Rating scale)
b.   Kuesioner (questionair)
c.   Daftar Cocok (Check-list)
d.   Wawancara (Interview)
e.    Pengamatan (Observation)
f.    Riwayat Hidup[33]
Teknik  penilaian yang dapat dipergunakan dalam penilaian pada satuan  pendidikan antara lain; tes tertulis, observasi, tes kinerja, penilaian portofolio, penilaian diri, dan penilaian antar  teman. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari berbagai teknik penilaian yang dapat digunakan di sekolah, diuraikan sebagai berikut[34]:
Teknik evaluasi juga dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1)     Unjuk kerja (performance);
2)    Penugasan (project);
3)     Tes tertulis (paper & pen);
4)    Portofolio (portfolio);
5)    Penilaian sikap.[35]



PENUTUP

A.       Kesimpulan
Dari semua penjelasan yang telah dipaparkan pemakalah di atas, terdapat banyak sekali tahapan-tahapan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Maka pemakalah dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu mengenai tahap pelaksanaan evaluasi dan teknik evaluasi hasil belajar. Adapun tahapan dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran adalah sebagai berikut :
1)   Langkah perencanaan evaluasi;
2)   Langkah pengumpulan data;
3)   Langkah penelitian data;
4)   Langkah pengolahan data;
5)   Langkah penafsiran data;
6)   Laporan hasil penelitian;
7)  Penggunaan hasil evaluasi.

Sedangkan teknik evaluasi hasil belajar dapat diartikan sebagai alat atau cara yang digunakan dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar seorang peserta didik atau lebih. Teknik evaluasi hasil belajar terbagi menjadi dua, yaitu teknik tes dan teknik non tes. Teknik tes berarti siswa diberikan tes atau alat yang digunakan untuk menguji sejauh mana kemampuan siswa secara kognitif dan psikomotorik. Sementara non tes dilakukan dalam upaya menambahi kekurangan teknik tes, karena teknik tes bukan satu-satunya cara yang digunakan dalam proses evaluasi.
Tes sendiri secara harfiah diartikan (cara yang dapat dipergunakan)atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam pengukuran dalam rangka penguran dan penilaian dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab) atau atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan) oleh teste, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tingkah laku atau prestasi teste: nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai dengan nilai standart tetentu.
Sedangkan tujuan dilaksanakan tes ini antara lain, adalah untuk mengetahui:
a.    Tingkat kemampuan awal siswa
b.    Hasil belajar siswa
c.    Perkembangan prestasi siswa
d.   Keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
B. Saran
Berdasarkan uraian pemakalah di atas dan melihat beberapa masalah yang sering terjadi dalam tahapan evaluasi, maka pemakalah menyarankan kepada evaluator agar dapat melakukan tahapan-tahapan evaluasi secara runtut, baik dan benar. Sehingga didapatkan hasil evaluasi yang baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip evaluasi. Selain itu, hal lain yang harus menjadi bahan pertimbangan adalah teknik-teknik yang dapat digunakan evaluator dalam melaksanakan tahapan evaluasi tersebut. Teknik tersebut harus sesuai dengan kebutuhan evaluasi dengan mempertimbangkan tujuan dan objek yang hendak dievaluasi.










DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Arikunto,Suharsimi. 1993. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin Abdul Jabar. 2010. Evaluasi Program Pendidikan (Pedoman Teoretis Praktis Bagi Mahasiswi dan Praktisi Pendidikan). Jakarta: Bumi Aksara
Daryanto, H.M. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Daryanto, H.M. 2012. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Mashuri dan Dedi Setiawan. 2012. Kompetensi Guru dalam Mengajar. Palembang: IAIN Raden Fatah
Nofiyanti, Lilik, dkk. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Surabaya: LAPIS-PGMI
Sakni, Ridwan. 2010. Pengembangan Sistem Evaluasi Pendidikan. Palembang: Rafah Press
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Suwardi. 2007. Manajemen Pembelejaran (Mencipta Guru Kreatif dan Profesional). Surabaya: STAIN SALATIGA PRESS
Tarigan, Djago dan H.G. Tarigan. 1987. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers
Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis bagi Pendidik dan Calon Pendidik). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://www.majalahpendidikan.com/2011/03/tahap-tahap-proses-pembelajaran.html   hari Rabu, 13 Maret 2013 pukul 20.06 WIB
http://andijosua.blogspot.com/2011/03/prosedur-evaluasi-pembelajaran.html hari Rabu, 13 Maret 2013 pukul 20.04 WIB
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195809071987031-BUDI_SUSETYO/Penilaian_hasil_belajar_KTSPx.pdf  Hari Jumat, 15 Maret 2013 pukul 18.36 WIB
http://www.slideshare.net/EndahAnggraeni/teknik-penilaianhasilbelajar Hari Jumat, 15 Maret 2013 pukul 18.50 WIB
http://arsadbendungan.blogspot.com/2011/12/teknik-penilaian-proses-dan-hasil.html Hari Jumat, 15 Maret 2013 pukul 18.56 WIB
http://penilaianhasilbelajar.blogspot.com/13/09/2009 Hari Jumat, 15 Maret 2013 pukul 19.06 WIB




[1] Lilik Nofiyanti, dkk. Evaluasi Pembelajaran, (Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008), Hlm.1.9
[2] Djago Tarigan dan H.G. Tarigan, Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa,1987), Hlm.9-10
[3] H.M Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), Hlm. 21-27
[4] Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Hlm. 171
[5] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), Hlm. 88-89
[6] Ibid. Hlm. 92
[7] Mashuri dan Dedi Setiawan, Kompetensi Guru dalam Mengajar, (Palembang: IAIN Raden Fatah Palembang, 2012), Hlm. 1
[8] Zainal Arifin, Op.Cit, Hlm. 92
[9] Ibid, Hlm. 99
[10] Ibid. Hlm.102
[11] Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan (Pedoman Teoretis Praktis Bagi Mahasiswi dan Praktisi Pendidikan), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Hlm.113
[12] Ibid, Hlm. 117-119
[13] H.M. Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), Hlm.145-148
[14] http://saiyanadia.wordpress.com/2010/11/20/langkah-langkah-penyusunan-pelaksanaan-evaluasi-pembelajaran/
[15] Zainal Arifin, Op.Cit. Hlm. 108
[16] Ibid. Hlm.109
[18] Daryanto, Op.Cit. Hlm.165
[19] Ibid. Hlm.167
[20] Zainal Arifin. Op.Cit. Hlm. 114
[21] http://www.majalahpendidikan.com/2011/03/tahap-tahap-proses-pembelajaran.html
[22] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), Hlm. 62
[24] Abu Hamadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), Hlm.203
[26] Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis bagi Pendidik dan Calon Pendidik), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), Hlm. 45-46
[27] Suwardi, Manajemen Pembelajaran (Mencipta Guru Kreatif dan Berkompetensi), (Surabaya: STAIN SALATIGA PRESS, 2007), Hlm. 93
[29] Ridwan Sakni, Pengembangan Sistem Evaluasi Pendidikan, (Palembang: Rafah Press, 2010), Hlm. 48-60
[33] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), Hlm.23

2 komentar:

  1. trima ksh.. Anda sudah memanfaatkn karya saya, smg ttp smangat dan trs belajar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama pak, bukunya bermanfaat skali :) :)

      Hapus

kata-kata yang baik, mencerminkan pribadi seseorang.