MIMPI
YANG TAK TERRAIH
Oleh : Khadijah Anwar
Waktu sudah menunjukkan
pukul tiga sore, tapi dia belum juga datang menemuiku, padahal sudah lebih dari
satu jam aku menunggunya di tempat
ini dari waktu yang telah kami janjikan. Tapi, dia tetap tak kunjung datang,
berulangkali aku menghubungi handphonenya tapi tak pernah ada jawaban.
“Beri aku kesempatan dan
kepercayaan, aku janji akan menjaganya!” Pintanya saat itu setelah berulang
kali aku meragukannya.
“Ok...” Jawabku singkat,
penuh dengan keraguan.
Aku coba ingat janji yang
pernah ia katakan beberapa hari yang lalu, tapi sepertinya hari ini dia tak
dapat menepatinya. Faktanya sudah dua jam waktuku terbuang percuma di sini tanpa ada konfirmasi darinya.
Dengan wajah penuh kekecewaan aku melangkahkan kakiku menuju pelataran parkir. Aku hidupkan sepeda motorku kemudian
melaju meninggalkan pelataran parkir mall. Di kepalaku tersimpan segudang tanya yang
ingin ku ungkap padanya. Alasan mengapa dia membiarkan aku menunggu selama dua
jam tanpa adanya konfirmasi. Pikiranku mulai berkecamuk. “Ada apa ini?” pikirku. Hujan mulai turun
seakan mewakili perasaanku. Ku coba mencari tempat berteduh, dingin mulai
merasuki tiap persendian tulangku. Bibir ini mulai bergetar karena dingin.
Untuk menenangkan kerisauanku kucaba menghubunginya kembali. Mulai ada jawaban.
“Halo…” Sapa suara dari
seberang.
“Alhamdulillah.” Ujarku
membatin. “Dimana kak?” Tanyaku berusaha tenang.
“Ada di rumah.” Jawabnya datar tanpa ada rasa
bersalah. Aku diam tanpa kata.
“Kamu lagi ngapain?”
Tanyanya lagi.
Tuuut…tuuut…tuuut…
Terdengar suara telepon ditutup. Aku menutup teleponnya. Entah karena apa aku merasakan
sangat kecewa, tanpa peduli dengan hujan yang masih mengguyuri jalan aku tetap
melajukan sepeda motorku ke rumah
ku.
***
Setelah kejadian itu rasanya
tak akan ada lagi pintu maaf untuknya. Tapi ternyata hati ini terlalu lemah,
aku memaafkannya. Kemarin aku harus
hidup diantara bayang-bayang rizka dihatinya, tapi sekarang sekarang aku harus
hidup diantara bayang-bayang Anti di hatinya,
gadis yang mengaku sebagai kekasihnya. Entah siapa yang harus kupercaya Anti
atau Dimas. Aku ingin marah dan membencinya, tapi aku tak punya hak untuk itu.
Status kami belum jelas karena aku yang belum memperjelasnya.
Walau hati ini masih ragu
tapi lagi-lagi aku coba untuk mempercayainya dan memberikannya kesempatan lagi.
Aku mencoba untuk percaya bahwa Anti bukan kekasihnya. Belum habis keraguanku
terhadap hubungannya dengan Anti, sudah ada gadis lain yang hadir dalam
hidupnya dan kali ini Dimas
mengakuinya sebagai kekasihnya. Hati benar-benar perih mengetahuinya. Meski
katanya terpaksa tapi aku tak dapat menerima alasannya. Yang membuat hati ini
begitu perih, dia memberiku mimpi dan asa yang begitu indah tapi justru bersama
Bella dia ingin
menggapainya.Aku tak sanggup untuk hidup diantara bayang-bayang Bella di hatinya.
Mungkin aku mulai mencintainya. Tapi semua terlambat. Setetes butiran bening
mulai jatuh di pipiku. Tapi dengan
cepat tanganku menghapusnya, aku tak akan mengizinkan air mataku jatuh
untuknya. Air mata ini terlalu mahal untuknya. Meski pahit tapi kucoba untuk
tetap tegar.
“Aku tak pernah mencintainya
kha.” Ujarnya
“Belajarlah untuk
mencintainya, jaga dia baik-baik dan jangan pernah sakiti dia. Aku ikhlas kakak
bersamanya. Ini yang terbaik, saatnya kakak hapus semua mimpi tentang kita.”
Hanya kalimat itu yang mampu terangkai di facebooknya. Aku log out dari
facebook ku. Mungkin memang ini yang terbaik untuk aku dan dia. Bella lebih
pantas untuk berada di sisinya,
walau sakit tapi aku akan coba untuk ikhlas. Sekarang saatnya aku untuk
melupakan semua cerita dan mimpi yang pernah terangkai. Karena, ada mimpi dan
asa lain yang harus ku raih, bukan bersamanya dan bukan bersama orang-orang
yang tak bertanggung jawab sepertinya.
“Sudah selesai belum? Pulang
yuk.” Ajak Tya
menghampiri tempatku.
“Sudah, yuk…” Ujarku beranjak pergi, setelah
membayar uang rental warnet aku dan Tya
melangkah meninggalkan warnet tersebut dan meninggalkan semua mimpiku bersama Dimas.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kata-kata yang baik, mencerminkan pribadi seseorang.