SORRY!!!
Oleh :
Khadijah Anwar
“Lagi ngapain Beib?” Tanya Yuli mesra di telepon.
“Sorry Beib, ntar aja ya teleponnya. Aku lagi
sibuk banget. Banyak tugas dari dosen.”
“Tapi Beib…”
Tuuut…tuuut…tuuut…
Suara telepon ditutup.
Yuli hanya mencoba menahan
marah dan bersabar atas sikap Aan, kekasih yang sangat dicintainya.. Sudah
hampir satu bulan ini sikap Aan dingin kepadanya. Setiap kali Yuli
menguhubunginya Aan selalu mengelak dengan alasan sibuk dengan tugas-tugas
kuliahnya. Padahal
bulan-bulan pertama mereka pacaran Aan tak pernah absen menanyakan kabar Yuli
walaupun tugas kuliah menunggunya.
Semula, Yuli pikir Aan memang benar tengah
sibuk dengan tugas kuliahnya. Tapi, tak dapat dipungkiri kini hatinya resah. Apalagi tadi siang Rivi, sahabat dekatnya
melihat Aan sedang makan di Café bersama cewek. Ingin rasanya dia tidak percaya, tapi tetap saja ia tak bisa begitu saja melupakannya. Dia hanya
belum siap jika harus kehilangan Aan, karena dia begitu mencintainya.
“Maafin aku Yul, tapi kita nggak bisa kita sama-sama lagi.
Aku mau konsentrasi dulu sama kuliahku. Aku harap kamu bisa mengerti.”
Pesan itu baru saja diterima Yuli melalui handphonenya.
Seperti tersambar petir Yuli membaca pesan itu. Tidak ada angin tidak ada
hujan, tiba-tiba Aan berkata demikian.
Yuli terus berusaha menghubungi
Aan. “Nomor yang anda hubungi tidak dapat dihubungi silahkan coba beberapa saat
lagi.” Jawaban dari suara di telepon.
Berulang kali Yuli mendengar jawaban itu. Yuli tak berharap banyak. Dia hanya
ingin sebuah penjelasan yang lebih logis kenapa Aan mengakhiri semuanya.. Tapi
usaha Yuli sia-sia, tetap tak ada jawaban.
“Kamu
baik-baik aja kan, Yul?” Tanya Rivi khawatir melihat Yuli mematikan
handphonenya dengan kasar.
“Aku
baik-baik aja. Vi, aku pulang duluan ya, kepalaku pusing banget.” Ujar Yuli berlalu
meninggalkan Rivi. Sebisa mungkin dia berusaha menahan semua amarah dan rasa
kecewanya.
Sesampainya
di rumah, Yuli langsung berlari ke kamarnya. Ia rebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia tumpahkan semua
air mata yang sejak tadi ditahannya. Hatinya benar-benar hancur, dia masih tak
habis pikir Aan akan melakukan semua ini kepadanya.
Dia
meluapkan semua emosinya dengan memukul boneka yang pernah diberikan Aan pada
hari ultahnya, Seandainya dihadapannya sekarang ada Aan mungkin hal yang sama
akan dilakukannya.
Teeeet….teeet….teeet…
Suara
bel didepan rumah mengehentikan semua pelampiasannya. Yuli langsung
membersihkan wajahnya. Lalu bergegas membukakan pintu. Dalam hati dia mengomel.
“Nggak bisa lihat orang tenang aja.” Gerutunya dalam hati.
“Bang
Ade?” Tanya Yuli menebak orang yang tengah membelakanginya ini. Postur tubuhn
ya benar-benar mirip dengan Bang Ade. Dia membalikkan tubuhnya, ternyata benar
dia Bang Ade, sepupunya Aan yang juga teman dekatnya.
“Kamu
baik-baik aja kan, Yul?” Tanya Bang Ade tanpa basa-basi. “Abang Khawatir banget
sama kamu. Tadi abang telepon ke-hpmu tapi nggak aktif, terus abang telepon
Rivi katanya kamu pulang nggak enak badan.”
“Yuli
baik-baik aja, Bang. Masuk
yuk.” Ujar Yuli mempersilahkan Bang Aan masuk. “Sebentar ya, Yuli buat minum
dulu.” Bang Ade hanya
mengganguk mengiyakan. Yuli segera ke dapur
membuat dua gelas orange juice.
“Nih,
Bang. Diminum.”
“Makasih
ya, Yul.”
Bang
Ade selalu bisa membuat Yuli merasa nyaman, karena Yuli sendiri sudah
mengganggapnya seperti abangnya sendiri. Kehadiran Bnag Ade sedikit mengobati
luka yang ada di hatinya kini.
***
Tak
terasa waktu berjalan begitu cepat. Enam bulan lalu dia menangis karena
kehilangan Aan. Tapi hari ini, ingat nama Aan pun sudah tidak lagi. Setelah
kejadian itu Yuli memang mengubur segala hal yang berhubungan dengan Aan.
Apalagi selama ini Bang
Ade yang selalu membantunya melupakan Aan, dan mengobati luka dihatinya. Meski
luka itu sudah hampir sembuh, dia masih belum bisa mencintai lagi.
“Yul, itu Aan kan?” Tanya
Bang Ade penuh selidik ketika mereka pulang dari makan es krim. Yuli pun memutar matanya melihat ke arah kursi yang ada di depan terasnya. Dia tak pernah berubah,
tetap dengan kaos kesukaannya dan jeans.
Yuli
dan Bang Ade masuk ke teras
rumah. Sebuah senyum ramah dipasang Aan.
“Mau
apa lagi loe kesini?” Tanya Bang Ade penuh emosi.
“Ada
apa, An?” Tanyaku ramah.
“Aku
cuma mau minta maaf sama Yuli. Please Yul, maafin aku. Aku tahu aku terlalu
bodoh karena aku sudah nyakiti cewek sebaik kamu. Aku…”
“Cukup
An, sebaiknya loe jangan ganggu Yuli lagi!” Bentak Bang Ade. Yuli hanya diam.
Dia bingung harus bagaimana, selama ini dia tak pernah melihat Bang Ade semarah
sekarang. Bang Aan yang Yuli kenal selama ini adalah seorang yang lembut.
“Gue
Cuma akan pergi, kalo Yuli yang minta! Loe bukan siapa-siapa Yuli.” Aan mulai
memanas. Bang Ade diam. “Yul, gue mau kita balik lagi kayak dulu. Gue sadar gue
salah, gue mohon kasih gue kesempatan satu kali lagi aja.” Pintanya menggenggam
tangan Yuli, tanda memohon. Untuk beberapa saat suasana hening.
“Lepas
An.” Bentak Bang Ade kesal. Lalu menarik tanganku dari genggaman Aan.
“De,
Loe kenapa sih, gue Cuma butuh jawaban dari Yuli.”
“An,
dulu gue mau mengalah buat loe, karena gue pikir loe bisa bahagiain Yuli, tapi
kenyataannya loe justru nyakiti dia. Gue nggak akan biarin loe nyakiti Yuli
lagi. Gue cinta sama Yuli.” Kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulut Bang
Ade. Yuli hampir tak percaya.
“Apa
bang? Tadi abang bilang apa?” Tanya Yuli, berharap Bang Ade mengulang kembali
kalimatnya tadi.
“Yul,
dari dulu abang cinta sama kamu, tapi abang nggak berani bilang karena abang
tahu kamu cinta sama Aan. Tapi sekarang abang nggak mau kehilangan kamu lagi
hanya karena kamu nggak tahu perasaan abang.”
“Nah
Yul, sekarang kamu udah tahu ternyata Ade juga suka sama kamu. Keputusan ada di tangan kamu.” Ujar Aan. Suasana kembali
hening.
“Sebaiknya
kalian pulang. Aku belum
bisa jawab.”
“Oke.
Aku masih tunggu jawaban kamu. Aku harap kamu bisa kasih aku kesempatan satu
kali lagi.” Ujar Aan berlalu pergi.
“Ikuti
apa kata hati kamu aja, Yul.” Ujar Bang Ade lebih dewasa.
Yuli
memperhatikan mereka hingga mereka hilang di ujung
jalan. Jauh di dalam hatinya Yuli
berteriak. “Aku cinta kamu Bang Ade…” Suara hatinya.
TAMAT
wah, ada yang lagi galau nih tokohnya. hehe. biasanya cerpen lebih panjang dari ini ya, mba? mungkin bisa dikembangkan lebih detail lagi latar cerpennya, dan kirim ke media biar dapet fee. pasti maknyus deh. sukses selalu ya :D
BalasHapushehehe,,, tau aja nih,, untuk sementara hanya untuk konsumsi pribadi aja.. :)
BalasHapustergantung medianya menginginkan berapa lembarnya :)